novadelue

tw// dirty sex, dirty talk, bathroom, toxic relationship, mention of drugs, mention of violence, mention of mental disorders

Jaemin menyusul tubuh bugil Jeno. Keduanya kini berada di dalam shower box kaca sambil melumat bibir satu sama lain. Tangan Jaemin sudah menggerayangi tubuh atletis Jeno sambil menggesek-gesekkan penis keduanya.

Jaemin membuka mulutnya guna menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi pasokan oksigennya, sedangkan Jeno sudah beralih ke leher jenjang pria bermarga Na itu hingga turun ke puting tegangnya.

“Anghh~ Yashh~ Hisap terus Jenhh...”

Jeno menjauhkan bibirnya dari dada Jaemin, “kamu lupa?”, lalu menarik tonjolan itu dengan kencang.

“HYUNG AHH! Jangan terlalu kencang shhh—” Jaemin bisa merasakan putingnya yang perih dan berdenyut kencang, pasti akan terlihat bengkak.

“Good boy.” Jeno meremas bongkahan sintal Jaemin, menuntun kaki panjang itu mengalung di pinggangnya.

Tatapan Jeno terpaku, bukan pada tubuh mulus nan ramping itu tetapi pada lengan Jaemin yang penuh luka lebam di sekujurnya.

“Tangan kamu?—”

“Gak papa kok.”

Tangan Jeno mengangkat poni basah yang menutupi wajah Jaemin. Cukup terkejut saat dahi Jaemin terpampang beberapa luka lecet kering seperti tergores benda tajam sebelumnya.

Jeno mengerutkan alisnya, “Na Jaemin bilang sama aku, kamu kenapa bisa kayak gini?” Jeno menyentuh luka itu sekilas dengan menatap cemas.

“Gak kenapa-napa Jenoo... Cuma kegores aja.” Ucap Jaemin sambil mengelus rahang tegas Jeno.

Tentu pria bermarga Lee itu tidak mudah percaya apalagi dengan bekas luka-luka lain di sekujur tubuh si manis.

“Jeno please...” Jaemin menuntun tangan Jeno ke area bokongnya, “lubangku udah gatal.”

Jeno memainkan jarinya di sekitar pintu masuk lubang tersebut bermaksud menggoda Jaemin. Perlahan telunjuk panjangnya masuk menyapa dinding ketat itu, sesekali menggaruk lubang dalam itu.

“Enghhh... Deeper Jenhhh...”

“Beg me.”

“Please deeper Jenohh—AHH!” Lagi-lagi Jeno menarik kencang puting Jaemin.

“Hyungieeehh... Please hnghhh! Masukin...”


Keduanya selesai membersihkan tubuh sekaligus menyelesaikan satu ronde tadi. Ya mereka tidak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi karena Jeno tahu hari sudah malam, tidak baik jika meneruskannya disana.

Jaemin sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer sedangkan Jeno berkumur-kumur setelah menyikat giginya.

Melihat dirinya sudah tampan di cermin—maksudnya selalu tampan, Jeno melirik lelaki disebelahnya dengan tatapan khawatir sekaligus penasaran.

“Wangi.” Jeno mengecupi leher Jaemin dari belakang hingga turun ke lengannya yang banyak luka. Bibirnya mendarat di setiap lebam itu, lalu mencuri ciuman singkat di bibir Jaemin.

Jeno sedikit menyingkap bathrobe Jaemin, memperlihatkan lebih banyak bekas kebiruan di dadanya yang pastinya bukan hickey melainkan luka-luka lebam.

“What's wrong with you, sweetie?”

“Nothing, Jen...”

“Are you okay, hm? You can trust me, tell me everything.” Ia dapat melihat dari raut muka Jaemin yang seperti masih ragu. “Gakpapa kalo kamu gak mau cerita, take your time.

“I have a boyfriend.” Jaemin menuntun jemari Jeno ke lebam di dadanya. “He is the cause.” Ucapnya tersenyum getir.

“WHAT?! WHERE'S IS HE NOW?!”

*“Mungkin lagi judi ditemenin jalang-jalang nya. It's okay, pulang dari sini bakal aku selesaiin semuanya.”*

“Tapi kenapa kamu pacaran sama dia? Dia buat kamu kayak gini!” Jeno mengerutkan dahinya.

Well, at first he such a nice man. But then I don't know why, kayaknya dia punya masalah tapi gak pernah cerita ke aku. After that he started using drugs and stuff. Dipecat dari kantor dan pengangguran, mulai tempramental gak lama setelah itu dan sampai sekarang masih pake uang yang aku kasih buat judi dan beli obat-obatan nya.”

“Kenapa kamu kasih dia uang?”

“Sebelum masuk jeruji besi, aku kasih dia kesempatan terakhir juga buat berubah dan jadinya aku yang kena tangannya. Gak masalah dia mau minta uang sebanyak apa, aku sebenernya cuma mau dia berubah. Tapi udah terlanjur sakit jiwa, it's hard Jen.

Jeno membalikkan tubuh Jaemin hingga menghadapnya lalu menangkup pipi Jaemin, “promise me, setelah ini kamu selesaiin semuanya, jauh-jauh dari dia, okay baby?”

Jaemin mengalungkan tangannya di leher Jeno, “okay hyungie~”

“Lio baby, boleh aku panggil begitu?”

“That's cute.”

“Pemilik nickname nya lebih cute.” Mereka mendekatkan wajah satu sama lain hingga tidak ada lagi yang namanya jarak.

Saling melumat bibir satu sama lain, sesekali menggigit bibir Jaemin agar bisa melesatkan lidahnya. Kejantanan keduanya kian terbangun saat kain bathrobe meraba kulit masing-masing.

Terlihat milik Jeno paling menyembul disana. Lelaki bermarga Lee ini benar-benar menginginkan hadiah kerja kerasnya selama di Jepang.

Saat Jaemin mulai kehabisan napas, Jeno langsung membalik tubuh itu lagi mengarah ke kaca. Dengan cekatan menaikkan sisi bathrobe yang menutupi pantat Jaemin.

“Boleh ambil hadiahku sekarang?”

“Of course hnghhh... Jeno fuck me!” Jaemin semakin menunggingkan bokong sintalnya hingga lubang yang sudah berkedut itu terlihat jelas.

Dua jarinya mulai bergesekan dengan dinding rektum Jaemin, merasakan jarinya yang terjepit sambil membayangkan saat adik kecilnya menumpuk keras lubang itu.

Penglihatan Jeno terfokus pada kaca saat Jaemin menahan kenikmatan yang sedang membuka jalan di dalam lubangnya

“Arghhh... I want your big dick so bad Hyung!”

Jeno langsung membawa Jaemin keluar dari kamar mandi, dan meletakkannya di atas kasur tepat di bagian tengah seakan Jaemin pusatnya.

Menjadi pusat perhatian Jeno juga saat tangan Jaemin dengan nakalnya mengelus serta menusuk-nusuk kecil lubangnya sendiri.

Jeno yang berdiri di hadapan Jaemin langsung membuka tali bathrobe nya lalu mengocok kejantanannya sambil melihat hole rumah sang kejantanan.

Jaemin semakin bergairah melihat tubuh atletis Jeno. Dengan wajah seksi penuh nafsu nya sambil menggigit bibir, Jaemin mulai mengobrak-abrik lubangnya sendiri.

“Ah! Ahhh! Hyungghh~” Bathrobe Jaemin melorot hingga meloloskan bahu hingga dada putihnya sambil mendongak dengan perasaan frustasi.

Tangannya tidak mampu menahan bobot tubuhnya lagi, dengan cepat Jeno menarik Jaemin hingga ke kepala kasur, menahan tangan yang basah sehabis memperkosa lubangnya sendiri, dan langsung melesatkan penis tegangnya.

“Argh fuck Lio!” Semakin lama Jeno menambah kecepatan genjotannya, membuka paksa bathrobe Jaemin agar ia bisa menyusu di nipple nya.

“Oh Jenooohhh... Too deep anghhhh... Faster!”

Keduanya mendesahkan nama satu sama lain, menggerakkan pinggulnya dari arah berlawanan dengan brutal seperti kesetanan. Dua-duanya sama saja, malah bisa dibilang melengkapi satu sama lain.

Jeno kembali mengangkat tubuh Jaemin membawa dan menurunkannya di hadapan jendela besar yang langsung memberikan pemandangan malam indah kota Osaka.

Jeno menggenjot pinggulnya tanpa mengurangi kecepatan, sedangkan Jaemin hanya bisa menumpu pada kaca berteriak menerima rangsangan surgawinya.

“Liat kedepan.” Kini Jeno memelankan tusukannya, menahan rahang Jaemin agar tetap menghadap kedepan, sambil memberikan karya berupa ruam di sekujur leher jenjang Jaemin.

“I want them to know that you're mine, Na Jaemin.” Seakan Jeno memperlihatkan ke ratusan gedung pencakar langit itu, ribuan cahaya penerangan jalanan, dan jutaan penduduk Osaka bahwa dirinya tengah bercinta dengan ciptaan Tuhan paling indah berasal dari negeri ginseng, Korea Selatan.

“I'm yours, Jeno hyung.” Jaemin bergerak dalam ritme yang disamakan dengan Jeno, menikmati waktu-waktu bercinta mereka sambil memandang kota Osaka, menyalurkan rasa nikmat dengan pergulatan lidah antara keduanya.

Jeno kembali menumbuk kasar prostat Jaemin hingga sang empu mengerang keras dengan nikmat. Tangannya bermain di keduanm tonjolan itu, titik yang sensitif untuk mempermudah Jaemin mencapai pelepasannya.


Jeno sudah memakaikan Jaemin baju kemeja kebesarannya, tanpa celana dengan alasan sakit dilubangnya masih terasa.

Disusul Jeno memakai kaos putih dengan pakaian lengkap, tak lupa dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya—terlalu jika harus memakai kontak lensa.

Kemudian ia menggendong Jaemin ala kola menuju balkon besar di kamar hotelnya.

Jaemin langsung membuka tangannya dengan lebar, merasakan terpaan angin yang menyapu wajah tampan nan cantiknya. Sedangkan Jeno memeluk Jaemin dari belakang guna menjaganya.

“Jangan lama-lama ya, nanti masuk angin.” Jeno mengecup-ngecup singkat pipi yang menjadi sumber rasa gemas Jeno pada pria cantik ini.

Jaemin hanya ingin melihat langsung pemandangan salah satu kota di Jepang itu. Menatap kagum jelanan-jalanan kota dengan penduduk yang masih beraktivitas disana.

“Besok kamu mau kemana?”

“Rencana awalnya pulang karena pengen cepet ketemu kamu, tapi orangnya malah nyusul aku.”

“Yaudah kamu pulang aja, masih ada kerjaan kan? Aku mau disini dulu, besok jalan-jalan.”

“Kamu tega tinggalin aku terus jalan-jalan sendiri? Aku harus ikut lah!”

Jaemin terkekeh saat Jeno memberikan respon merajuk sambil mendusal di lehernya. Dirinya merasa nyaman saat disamping pria ini, ia ingin mengelus surai kecokelatan itu dengan lembut.

“You like the view?” Tanya Jaemin saat dirinya membalikkan tubuh menghadap Jeno sambil membenarkan kacamatanya.

Pria bermarga Lee itu tersenyum hingga matanya menghilang. Menyalipkan rambut Jaemin yang berterbangan di telinganya sambil menyatukan dahinya dan si manis. “You are my best view.”

Keduanya memang saat ini tidak memiliki hubungan apapun. Anggap saja masih saling melengkapi dan mendekap untuk saat ini, dan mungkin.....

...untuk selama-lamanya.

[ Fin . ]

tw// dirty sex, dirty talk, bathroom, toxic relationship, mention of drugs, mention of violence, mention of mental disorders

Jaemin menyusul tubuh bugil Jeno. Keduanya kini berada di dalam shower box kaca sambil melumat bibir satu sama lain. Tangan Jaemin sudah menggerayangi tubuh atletis Jeno sambil menggesek-gesekkan penis keduanya.

Jaemin membuka mulutnya guna menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi pasokan oksigennya, sedangkan Jeno sudah beralih ke leher jenjang pria bermarga Na itu hingga turun ke puting tegangnya.

“Anghh~ Yashh~ Hisap terus Jenhh...”

Jeno menjauhkan bibirnya dari dada Jaemin, “kamu lupa?”, lalu menarik tonjolan itu dengan kencang.

“HYUNG AHH! Jangan terlalu kencang shhh—” Jaemin bisa merasakan putingnya yang perih dan berdenyut kencang, pasti akan terlihat bengkak.

“Good boy.” Jeno meremas bongkahan sintal Jaemin, menuntun kaki panjang itu mengalung di pinggangnya.

Tatapan Jeno terpaku, bukan pada tubuh mulus nan ramping itu tetapi pada lengan Jaemin yang penuh luka lebam di sekujurnya.

“Tangan kamu?—”

“Gak papa kok.”

Tangan Jeno mengangkat poni basah yang menutupi wajah Jaemin. Cukup terkejut saat dahi Jaemin terpampang beberapa luka lecet kering seperti tergores benda tajam sebelumnya.

Jeno mengerutkan alisnya, “Na Jaemin bilang sama aku, kamu kenapa bisa kayak gini?” Jeno menyentuh luka itu sekilas dengan menatap cemas.

“Gak kenapa-napa Jenoo... Cuma kegores aja.” Ucap Jaemin sambil mengelus rahang tegas Jeno.

Tentu pria bermarga Lee itu tidak mudah percaya apalagi dengan bekas luka-luka lain di sekujur tubuh si manis.

“Jeno please...” Jaemin menuntun tangan Jeno ke area bokongnya, “lubangku udah gatal.”

Jeno memainkan jarinya di sekitar pintu masuk lubang tersebut bermaksud menggoda Jaemin. Perlahan telunjuk panjangnya masuk menyapa dinding ketat itu, sesekali menggaruk lubang dalam itu.

“Enghhh... Deeper Jenhhh...”

“Beg me.”

“Please deeper Jenohh—AHH!” Lagi-lagi Jeno menarik kencang puting Jaemin.

“Hyungieeehh... Please hnghhh! Masukin...”


Keduanya selesai membersihkan tubuh sekaligus menyelesaikan satu ronde tadi. Ya mereka tidak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi karena Jeno tahu hari sudah malam, tidak baik jika meneruskannya disana.

Jaemin sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer sedangkan Jeno berkumur-kumur setelah menyikat giginya.

Melihat dirinya sudah tampan di cermin—maksudnya selalu tampan, Jeno melirik lelaki disebelahnya dengan tatapan khawatir sekaligus penasaran.

“Wangi.” Jeno mengecupi leher Jaemin dari belakang hingga turun ke lengannya yang banyak luka. Bibirnya mendarat di setiap lebam itu, lalu mencuri ciuman singkat di bibir Jaemin.

Jeno sedikit menyingkap bathrobe Jaemin, memperlihatkan lebih banyak bekas kebiruan di dadanya yang pastinya bukan hickey melainkan luka-luka lebam.

“What's wrong with you, sweetie?”

“Nothing, Jen...”

“Are you okay, hm? You can trust me, tell me everything.” Ia dapat melihat dari raut muka Jaemin yang seperti masih ragu. “Gakpapa kalo kamu gak mau cerita, take your time.

“I have a boyfriend.” Jaemin menuntun jemari Jeno ke lebam di dadanya. “He is the cause.” Ucapnya tersenyum getir.

“WHAT?! WHERE'S IS HE NOW?!”

*“Mungkin lagi judi ditemenin jalang-jalang nya. It's okay, pulang dari sini bakal aku selesaiin semuanya.”*

“Tapi kenapa kamu pacaran sama dia? Dia buat kamu kayak gini!” Jeno mengerutkan dahinya.

Well, at first he such a nice man. But then I don't know why, kayaknya dia punya masalah tapi gak pernah cerita ke aku. After that he started using drugs and stuff. Dipecat dari kantor dan pengangguran, mulai tempramental gak lama setelah itu dan sampai sekarang masih pake uang yang aku kasih buat judi dan beli obat-obatan nya.”

“Kenapa kamu kasih dia uang?”

“Sebelum masuk jeruji besi, aku kasih dia kesempatan terakhir juga buat berubah dan jadinya aku yang kena tangannya. Gak masalah dia mau minta uang sebanyak apa, aku sebenernya cuma mau dia berubah. Tapi udah terlanjur sakit jiwa, it's hard Jen.

Jeno membalikkan tubuh Jaemin hingga menghadapnya lalu menangkup pipi Jaemin, “promise me, setelah ini kamu selesaiin semuanya, jauh-jauh dari dia, okay baby?”

Jaemin mengalungkan tangannya di leher Jeno, “okay hyungie~”

“Lio baby, boleh aku panggil begitu?”

“That's cute.”

“Pemilik nickname nya lebih cute.” Mereka mendekatkan wajah satu sama lain hingga tidak ada lagi yang namanya jarak.

Saling melumat bibir satu sama lain, sesekali menggigit bibir Jaemin agar bisa melesatkan lidahnya. Kejantanan keduanya kian terbangun saat kain bathrobe meraba kulit masing-masing.

Terlihat milik Jeno paling menyembul disana. Lelaki bermarga Lee ini benar-benar menginginkan hadiah kerja kerasnya selama di Jepang.

Saat Jaemin mulai kehabisan napas, Jeno langsung membalik tubuh itu lagi mengarah ke kaca. Dengan cekatan menaikkan sisi bathrobe yang menutupi pantat Jaemin.

“Boleh ambil hadiahku sekarang?”

“Of course hnghhh... Jeno fuck me!” Jaemin semakin menunggingkan bokong sintalnya hingga lubang yang sudah berkedut itu terlihat jelas.

Dua jarinya mulai bergesekan dengan dinding rektum Jaemin, merasakan jarinya yang terjepit sambil membayangkan saat adik kecilnya menumpuk keras lubang itu.

Penglihatan Jeno terfokus pada kaca saat Jaemin menahan kenikmatan yang sedang membuka jalan di dalam lubangnya

“Arghhh... I want your big dick so bad Hyung!”

Jeno langsung membawa Jaemin keluar dari kamar mandi, dan meletakkannya di atas kasur tepat di bagian tengah seakan Jaemin pusatnya.

Menjadi pusat perhatian Jeno juga saat tangan Jaemin dengan nakalnya mengelus serta menusuk-nusuk kecil lubangnya sendiri.

Jeno yang berdiri di hadapan Jaemin langsung membuka tali bathrobe nya lalu mengocok kejantanannya sambil melihat hole rumah sang kejantanan.

Jaemin semakin bergairah melihat tubuh atletis Jeno. Dengan wajah seksi penuh nafsu nya sambil menggigit bibir, Jaemin mulai mengobrak-abrik lubangnya sendiri.

“Ah! Ahhh! Hyungghh~” Bathrobe Jaemin melorot hingga meloloskan bahu hingga dada putihnya sambil mendongak dengan perasaan frustasi.

Tangannya tidak mampu menahan bobot tubuhnya lagi, dengan cepat Jeno menarik Jaemin hingga ke kepala kasur, menahan tangan yang basah sehabis memperkosa lubangnya sendiri, dan langsung melesatkan penis tegangnya.

“Argh fuck Lio!” Semakin lama Jeno menambah kecepatan genjotannya, membuka paksa bathrobe Jaemin agar ia bisa menyusu di nipple nya.

“Oh Jenooohhh... Too deep anghhhh... Faster!”

Keduanya mendesahkan nama satu sama lain, menggerakkan pinggulnya dari arah berlawanan dengan brutal seperti kesetanan. Dua-duanya sama saja, malah bisa dibilang melengkapi satu sama lain.

Jeno kembali mengangkat tubuh Jaemin membawa dan menurunkannya di hadapan jendela besar yang langsung memberikan pemandangan malam indah kota Osaka.

Jeno menggenjot pinggulnya tanpa mengurangi kecepatan, sedangkan Jaemin hanya bisa menumpu pada kaca berteriak menerima rangsangan surgawinya.

“Liat kedepan.” Kini Jeno memelankan tusukannya, menahan rahang Jaemin agar tetap menghadap kedepan, sambil memberikan karya berupa ruam di sekujur leher jenjang Jaemin.

“I want them to know that you're mine, Na Jaemin.” Seakan Jeno memperlihatkan ke ratusan gedung pencakar langit itu, ribuan cahaya penerangan jalanan, dan jutaan penduduk Osaka bahwa dirinya tengah bercinta dengan ciptaan Tuhan paling indah berasal dari negeri ginseng, Korea Selatan.

“I'm yours, Jeno hyung.” Jaemin bergerak dalam ritme yang disamakan dengan Jeno, menikmati waktu-waktu bercinta mereka sambil memandang kota Osaka, menyalurkan rasa nikmat dengan pergulatan lidah antara keduanya.

Jeno kembali menumbuk kasar prostat Jaemin hingga sang empu mengerang keras dengan nikmat. Tangannya bermain di keduanm tonjolan itu, titik yang sensitif untuk mempermudah Jaemin mencapai pelepasannya.


Jeno sudah memakaikan Jaemin baju kemeja kebesarannya, tanpa celana dengan alasan sakit dilubangnya masih terasa.

Disusul Jeno memakai kaos putih dengan pakaian lengkap, tak lupa dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya—terlalu jika harus memakai kontak lensa.

Kemudian ia menggendong Jaemin ala kola menuju balkon besar di kamar hotelnya.

Jaemin langsung membuka tangannya dengan lebar, merasakan terpaan angin yang menyapu wajah tampan nan cantiknya. Sedangkan Jeno memeluk Jaemin dari belakang guna menjaganya.

“Jangan lama-lama ya, nanti masuk angin.” Jeno mengecup-ngecup singkat pipi yang menjadi sumber rasa gemas Jeno pada pria cantik ini.

Jaemin hanya ingin melihat langsung pemandangan salah satu kota di Jepang itu. Menatap kagum jelanan-jalanan kota dengan penduduk yang masih beraktivitas disana.

“Besok kamu mau kemana?”

“Rencana awalnya pulang karena pengen cepet ketemu kamu, tapi orangnya malah nyusul aku.”

“Yaudah kamu pulang aja, masih ada kerjaan kan? Aku mau disini dulu, besok jalan-jalan.”

“Kamu tega tinggalin aku terus jalan-jalan sendiri? Aku harus ikut lah!”

Jaemin terkekeh saat Jeno memberikan respon merajuk sambil mendusal di lehernya. Dirinya merasa nyaman saat disamping pria ini, ia ingin mengelus surai kecokelatan itu dengan lembut.

“You like the view?” Tanya Jaemin saat dirinya membalikkan tubuh menghadap Jeno sambil membenarkan kacamatanya.

Pria bermarga Lee itu tersenyum hingga matanya menghilang. Menyalipkan rambut Jaemin yang berterbangan di telinganya sambil menyatukan dahinya dan si manis. “You are my best view.”

Keduanya memang saat ini tidak memiliki hubungan apapun. Anggap saja masih saling melengkapi dan mendekap untuk saat ini, dan mungkin.....

...untuk selama-lamanya.

[ Fin . ]

Seperti pagi-pagi biasanya Sungchan terbangun dari dunia mimpi dan mendarat kembali di dunia asalnya. Sinar matahari sudah menembus gorden putih kamarnya, cahaya soleil memberikan kecupan pertama pagi ini.

Sungchan meraba kasur disebelahnya dan dapat dipastikan bahwa sang suami sedang menyiapkan sarapan di luar.

Dengan tenaga yang baru terisi semalaman, lelaki jangkung itu merenggangkan tubuhnya, berusaha membuka mata dan mengumpulkan nyawa sepenuhnya.

“Huh?”

Sungchan merasakan dibalik selimutnya sesuatu menyembul. Berada diantara selangkangannya, sesuatu ikut bangun dari tidurnya.

🚨🚨🚨❗

Dirinya menghela napas, adiknya (bukan david) terbangun pagi-pagi seperti ini. Sungchan bangkit dari tempat tidurnya, ia tak akan melangkah ke kamar mandi melainkan keluar kamar.

Turun ke lantai satu, pemandangan pertama yang menyapa netranya adalah sang suami mungil memakai apron sedang mengaduk kuah berisi berbagai macam bahan makanan yang terlihat lezat.

“Morning Uchan!” Ucapnya bersemangat sambil tersenyum cerah.

Sungchan menyenderkan dagunya di bahu sang suami, “morning too sayang~ Kiss dong!” Sungchan sudah memajukan bibirnya.

Chup!

“Aku belom selesai iniii.... Lepas dulu doongggg....”

Dengan berat hati, si jangkung melepaskan suaminya dan membiarkannya menyiapkan semua lauk diatas meja.

Mata nakalnya malah salah fokus ke bokong suaminya saat berjalan menuju meja makan untuk meletakkan semua makanan. Pikirannya semakin liar seraya mengelus kemaluannya yang masih terbalut celana piyama itu.

“Sshhh...”

Sungchan tak tahan lagi. Saat suaminya kembali didepan mata, ia tak menyia-nyiakan kesempatan lagi dan langsung mengendus leher jenjang itu dengan tangannya yang mulai membelai bagian-bagian sensitif tubuh suaminya.

“A-anghhh uchanhh ngapain-ah!”

Seolah tuli, Sungchan tak berhenti memberikan kecupan-kecupan basah dan kini tangannya sudah masuk ke dalam kaos suaminya, meremas kuat dada itu sekalian bermain dengan dua tonjolan di sana.

“U-uchanhh jangan beginiii akh! Geli!”

“Taro tega biarin aku main sendiri?”

“Jangan diteken sungchanhhh!”

Lelaki bermarga Jung itu tak berhenti menekan penis tegangnya guna memberi tahu suaminya bahwa ia sedang benar-benar needy.

Dengan cekatan tangannya langsung menurunkan celana training suaminya, beberapa kali menampar pipi pantat Shotaro.

Sedangkan yang sudah dipaksa menungging hanya bisa menahan bobot tubuhnya dengan tenaga yang masih tersisa, memegang ujung meja.

“Bukannya kita udah sepakat sampe dedek bayi nya jadi?” Sungchan menurunkan celana piyama nya dan mulai mengocok penisnya agar semakin tegang.

“Tapi Taro gak mau sekarang anghh! Uchanhh jangannhhh pleasee~”

Yang lebih muda langsung membalikkan tubuh suaminya dan langsung menyambar bibir yang setengah terbuka itu. Dalam pangutan yang semakin panas, Sungchan memainkan tonjolan sensitif itu hingga Shotaro melenguh keras.

“Taro, liat.” Pandangan keduanya mengarah kepada batang yang mengacung tegak, “Sungchan junior butuh Taro, dia pengen ditidurin lagi.” Sebenarnya Shotaro tak tega, tapi tolonglah ini masih pagi hari!

Mengapa ular amazon itu harus terangsang hari ini?! Shotaro lapar, ia ingin makan! Bukan sarapan peju, tapi makan nasi!

Buru-buru Sungchan membalik badan itu lagi hingga bokong sintalnya terhidang didepan mata.

“Please tolong aku ya sayang? Sebentar aja kok, aku bakal pelan-pelan gerakinnya, oke?” Bisik Sungchan tepat di telinga suaminya hingga si manis meremang.

Sungchan menahan apron itu agar rumah si Sungchan junior dapat terlihat. Perlahan tapi pasti, batang panjang itu membelah pintu masuk yang akhirnya menjepit dirinya kuat.

Untuk mengalihkan rasa sakit, Sungchan mulai mencubui leher jenjang itu lagi, memberikan sebua tanda kepemilikan yang sangat kentara.

“Uhh... Unghh! Sungchanhhh ahh!”

Langsung saja Sungchan menambah kecepatan, sedikit demi sedikit hingga Shotaro mendesahkan namanya dengan keras.

Tak peduli jika ada maid yang mendengar pergumulan panas pasusu baru ini di pagi hari. Seharusnya mereka sudah terbiasa dengan keturunan pak Jung yang hormon nya mengikuti sang daddy. Apalagi perihal pasangan baru ini, mereka sedang berusaha agar salah satu benih Sungchan dapat berenang dengan selamat sampai ke rahim.

Shotaro tak bisa mengontrol ekspresinya lagi, penampilannya pasti sudah sangat berantakan dengan wajah yang memerah nafsu. Kepala penis Sungchan berkali-kali menumbuk titik sensitif nya membuat Shotaro mendongakkan kepalanya.

“Akhhhhh! Sungchaaannhh!!!”

Tubuhnya benar-benar di tahan—terdapat bekas kemerahaydi pinggangnya yang disebabkan cengkraman suaminya. Jika Sungchan sudah mengukungnya itu berarti kecil kemungkinan untuk Shotaro melarikan diri. Tenaga mereka tidak sepadan. Jika semua area sensitifnya sudah dimainkan, dari atas hingga kaki pasti akan terasa lemas.

Sampai sesuatu yang nyaring menggema, “YEAYYY AKHIRNYA SAMPE RUMAH!” Sungchan membolakan matanya kala suara yang tak lain dan tak bukan berasal dari keponakannya, Jung Logan.

Kepala Sungchan sedang memproses apa yang terjadi, mencari jalan keluar dengan kejantanannya yang masih terjepit kuat oleh dinding rektum Shotaro.

Melihat suaminya lengah, Shotaro dengan cepat melepas penyatuan mereka walaupun setelahnya ia merasakan nyeri yang luar biasa dan langsung berlari menuju kamar seraya memakai kembali celananya.

“Kenapa lo?” Tanya Jeno diikuti oleh Jaemin di belakangnya, keluarga itu habis bersepeda bersama, berolahraga pagi. Apalagi Logan, bocah itu menatap bingung pamannya yang terlihat lumayan berantakan. Untung saja aset nya itu sudah terbungkus kembali dengan celana.

“Itu sarapan udah di atas meja.” Sungchan tersenyum sekilas, lalu lekas menyusul Shotaro yang sudah lebih dulu kabur ke atas.

Tok tok tok

“Taro, sayang—”

“JANGAN KETEMU TARO DUKU SEBELUM UCHAN SELESAI!”

“Ya tapi masa Taro tega sih? Sayang loh kalo calon anaknya dibuang-buang, siapa tau kali ini ada yang menang lomba berenang.” Sungchan menumpu badannya di pintu, menahan ereksi penis nya yang belum terselesaikan.

“NOOOO! DON'T TALK TO ME! TARO IS ANGRY! 😡💢❗”

.

.

Sekarang semuanya merapat, mari kita berdoa bersama agar Sungchan bisa membujuk suami menggemaskannya itu. Walau mati-matian harus menahan gejolak yang didalam, putra keluarga Jung itu harus mencari cara atau ia akan tetap menderita.

#DemiKesejahteraanBuwungUchan

HA.HA.HA...

fin .

Seperti pagi-pagi biasanya Sungchan terbangun dari dunia mimpi dan mendarat kembali di dunia asalnya. Sinar matahari sudah menembus gorden putih kamarnya, cahaya soleil memberikan kecupan pertama pagi ini.

Sungchan meraba kasur disebelahnya dan dapat dipastikan bahwa sang suami sedang menyiapkan sarapan di luar.

Dengan tenaga yang baru terisi semalaman, lelaki jangkung itu merenggangkan tubuhnya, berusaha membuka mata dan mengumpulkan nyawa sepenuhnya.

“Huh?”

Sungchan merasakan dibalik selimutnya sesuatu menyembul. Berada diantara selangkangannya, sesuatu ikut bangun dari tidurnya.

🚨🚨🚨❗

Dirinya menghela napas, adiknya (bukan david) terbangun pagi-pagi seperti ini. Sungchan bangkit dari tempat tidurnya, ia tak akan melangkah ke kamar mandi melainkan keluar kamar.

Turun ke lantai satu, pemandangan pertama yang menyapa netranya adalah sang suami mungil memakai apron sedang mengaduk kuah berisi berbagai macam bahan makanan yang terlihat lezat.

“Morning Uchan!” Ucapnya bersemangat.

Sungchan menyenderkan dagunya di bahu sang suami, “morning too sayang~ Kiss dong!” Sungchan sudah memajukan bibirnya.

Chup!

“Aku belom selesai iniii.... Lepas dulu doongggg....”

Dengan berat hati, si jangkung melepaskan suaminya dan membiarkannya menyiapkan semua lauk diatas meja.

Mata nakalnya malah salah fokus ke bokong suaminya saat berjalan menuju meja makan untuk meletakkan semua makanan. Pikirannya semakin liar seraya mengelus kemaluannya yang masih terbalut celana piyama itu.

“Sshhh...”

Saat suaminya kembali didepan mata, ia tak menyia-nyiakan kesempatan lagi dan langsung mengendus leher jenjang itu dengan tangannya yang mulai membelai bagian-bagian sensitif tubuh suaminya.

“A-anghhh uchanhh ngapain-ah!”

Seolah tuli, Sungchan tak berhenti memberikan kecupan-kecupan basah dan kini tangannya sudah masuk ke dalam kaos suaminya, meremas kuat dada itu sekalian bermain dengan dua tonjolan di sana.

“U-uchanhh jangan beginiii akh! Geli!”

“Taro tega biarin aku main sendiri?”

“Jangan diteken sungchanhhh!”

Lelaki bermarga Jung itu tak berhenti menekan penis tegangnya guna memberi tahu suaminya bahwa ia sedang benar-benar needy.

Dengan cekatan tangannya langsung menurunkan celana training suaminya, beberapa kali menampar pipi pantat Shotaro.

Sedangkan yang sudah dipaksa menungging hanya bisa menahan bobot tubuhnya dengan tenaga yang masih tersisa, memegang ujung meja.

“Bukannya kita udah sepakat sampe dedek bayi nya jadi?” Sungchan menurunkan celana piyama nya dan mulai mengocok penisnya agar semakin tegang.

“Tapi Taro gak mau sekarang anghh! Uchanhh jangannhhh pleasee~”

Yang lebih muda langsung membalikkan tubuh suaminya dan langsung menyambar bibir yang setengah terbuka itu. Dalam pangutan yang semakin panas, Sungchan memainkan tonjolan sensitif itu hingga Shotaro melenguh keras.

“Taro, liat.” Pandangan keduanya mengarah kepada batang yang mengacung tegak, “Sungchan junior butuh Taro, dia pengen ditidurin lagi.” Sebenarnya Shotaro tak tega, tapi tolonglah ini masih pagi hari!

Mengapa ular amazon itu harus terangsang hari ini?! Shotaro lapar, ia ingin makan! Bukan sarapan peju, tapi makan nasi!

Buru-buru Sungchan membalik badan itu lagi hingga bokong sintalnya terhidang didepan mata.

“Please tolong aku ya sayang? Sebentar aja kok, aku bakal pelan-pelan gerakinnya, oke?” Bisik Sungchan tepat di telinga suaminya hingga si manis meremang.

Sungchan menahan apron itu agar rumah si Sungchan junior dapat terlihat. Perlahan tapi pasti, batang panjang itu membelah pintu masuk yang akhirnya menjepit dirinya kuat.

Untuk mengalihkan rasa sakit, Sungchan mulai mencubui leher jenjang itu lagi, memberikan sebua tanda kepemilikan yang sangat kentara.

“Uhh... Unghh! Sungchanhhh ahh!”

Langsung saja Sungchan menambah kecepatan, sedikit demi sedikit hingga Shotaro mendesahkan namanya dengan keras.

Tak peduli jika ada maid yang mendengar pergumulan panas pasusu baru ini di pagi hari. Seharusnya mereka sudah terbiasa dengan keturunan pak Jung yang hormon nya mengikuti sang daddy. Apalagi perihal pasangan baru ini, mereka sedang berusaha agar salah satu benih Sungchan dapat berenang dengan selamat sampai ke rahim.

Shotaro tak bisa mengontrol ekspresinya lagi, penampilannya pasti sudah sangat berantakan dengan wajah yang memerah nafsu. Kepala penis Sungchan berkali-kali menumbuk titik sensitif nya membuat Shotaro mendongakkan kepalanya.

“Akhhhhh! Sungchaaannhh!!!”

Tubuhnya benar-benar di tahan—terdapat bekas kemerahaydi pinggangnya yang disebabkan cengkraman suaminya. Jika Sungchan sudah mengukungnya itu berarti kecil kemungkinan untuk Shotaro melarikan diri. Tenaga mereka tidak sepadan. Jika semua area sensitifnya sudah dimainkan, dari atas hingga kaki pasti akan terasa lemas.

Sampai sesuatu yang nyaring menggema, “YEAYYY AKHIRNYA SAMPE RUMAH!” Sungchan membolakan matanya kala suara yang tak lain dan tak bukan berasal dari keponakannya, Jung Logan.

Kepala Sungchan sedang memproses apa yang terjadi, mencari jalan keluar dengan kejantanannya yang masih terjepit kuat oleh dinding rektum Shotaro.

Melihat suaminya lengah, Shotaro dengan cepat melepas penyatuan mereka walaupun setelahnya ia merasakan nyeri yang luar biasa dan langsung berlari menuju kamar seraya memakai kembali celananya.

“Kenapa lo?” Tanya Jeno diikuti oleh Jaemin di belakangnya, keluarga itu habis bersepeda bersama, berolahraga pagi. Apalagi Logan, bocah itu menatap bingung pamannya yang terlihat lumayan berantakan. Untung saja aset nya itu sudah terbungkus kembali dengan celana.

“Itu sarapan udah di atas meja.” Sungchan tersenyum sekilas, lalu lekas menyusul Shotaro yang sudah lebih dulu kabur ke atas.

Tok tok tok

“Taro, sayang—”

“JANGAN KETEMU TARO DUKU SEBELUM UCHAN SELESAI!”

“Ya tapi masa Taro tega sih? Sayang loh kalo calon anaknya dibuang-buang, siapa tau kali ini ada yang menang lomba berenang.” Sungchan menumpu badannya di pintu, menahan ereksi penis nya yang belum terselesaikan.

“NOOOO! DON'T TALK TO ME! TARO IS ANGRY! 😡💢❗”

.

.

Sekarang semuanya merapat, mari kita berdoa bersama agar Sungchan bisa membujuk suami menggemaskannya itu. Walau mati-matian harus menahan gejolak yang didalam, putra keluarga Jung itu harus mencari cara atau ia akan tetap menderita.

HA.HA.HA...

fin .

Seperti pagi-pagi biasanya Sungchan terbangun dari dunia mimpi dan mendarat kembali di dunia asalnya. Sinar matahari sudah menembus gorden putih kamarnya, cahaya soleil memberikan kecupan pertama pagi ini.

Sungchan meraba kasur disebelahnya dan dapat dipastikan bahwa sang suami sedang menyiapkan sarapan di luar.

Dengan tenaga yang baru terisi semalaman, lelaki jangkung itu merenggangkan tubuhnya, berusaha membuka mata dan mengumpulkan nyawa sepenuhnya.

“Huh?”

Sungchan merasakan dibalik selimutnya sesuatu menyembul. Berada diantara selangkangannya, sesuatu ikut bangun dari tidurnya.

🚨🚨🚨❗

Dirinya menghela napas, adiknya (bukan david) terbangun pagi-pagi seperti ini. Sungchan bangkit dari tempat tidurnya, ia tak akan melangkah ke kamar mandi melainkan keluar kamar.

Turun ke lantai satu, pemandangan pertama yang menyapa netranya adalah sang suami mungil memakai apron sedang mengaduk kuah berisi berbagai macam bahan makanan yang terlihat lezat.

“Morning Uchan!” Ucapnya bersemangat.

Sungchan menyenderkan dagunya di bahu sang suami, “morning too sayang~ Kiss dong!” Sungchan sudah memajukan bibirnya.

Chup!

“Aku belom selesai iniii.... Lepas dulu doongggg....”

Dengan berat hati, si jangkung melepaskan suaminya dan membiarkannya menyiapkan semua lauk diatas meja.

Mata nakalnya malah salah fokus ke bokong suaminya saat berjalan menuju meja makan untuk meletakkan semua makanan. Pikirannya semakin liar seraya mengelus kemaluannya yang masih terbalut celana piyama itu.

“Sshhh...”

Saat suaminya kembali didepan mata, ia tak menyia-nyiakan kesempatan lagi dan langsung mengendus leher jenjang itu dengan tangannya yang mulai membelai bagian-bagian sensitif tubuh suaminya.

“A-anghhh uchanhh ngapain-ah!”

Seolah tuli, Sungchan tak berhenti memberikan kecupan-kecupan basah dan kini tangannya sudah masuk ke dalam kaos suaminya, meremas kuat dada itu sekalian bermain dengan dua tonjolan di sana.

“U-uchanhh jangan beginiii akh! Geli!”

“Taro tega biarin aku main sendiri?”

“Jangan diteken sungchanhhh!”

Lelaki bermarga Jung itu tak berhenti menekan penis tegangnya guna memberi tahu suaminya bahwa ia sedang benar-benar needy.

Dengan cekatan tangannya langsung menurunkan celana training suaminya, beberapa kali menampar pipi pantat Shotaro.

Sedangkan yang sudah dipaksa menungging hanya bisa menahan bobot tubuhnya dengan tenaga yang masih tersisa, memegang ujung meja.

“Bukannya kita udah sepakat sampe dedek bayi nya jadi?” Sungchan menurunkan celana piyama nya dan mulai mengocok penisnya agar semakin tegang.

“Tapi Taro gak mau sekarang anghh! Uchanhh jangannhhh pleasee~”

Yang lebih muda langsung membalikkan tubuh suaminya dan langsung menyambar bibir yang setengah terbuka itu. Dalam pangutan yang semakin panas, Sungchan memainkan tonjolan sensitif itu hingga Shotaro melenguh keras.

“Taro, liat.” Pandangan keduanya mengarah kepada batang yang mengacung tegak, “Sungchan junior butuh Taro, dia pengen ditidurin lagi.” Sebenarnya Shotaro tak tega, tapi tolonglah ini masih pagi hari!

Mengapa ular amazon itu harus terangsang hari ini?! Shotaro lapar, ia ingin makan! Bukan sarapan peju, tapi makan nasi!

Buru-buru Sungchan membalik badan itu lagi hingga bokong sintalnya terhidang didepan mata.

“Please tolong aku ya sayang? Sebentar aja kok, aku bakal pelan-pelan gerakinnya, oke?” Bisik Sungchan tepat di telinga suaminya hingga si manis meremang.

Sungchan menahan apron itu agar rumah si Sungchan junior dapat terlihat. Perlahan tapi pasti, batang panjang itu membelah pintu masuk yang akhirnya menjepit dirinya kuat.

Untuk mengalihkan rasa sakit, Sungchan mulai mencubui leher jenjang itu lagi, memberikan sebua tanda kepemilikan yang sangat kentara.

“Uhh... Unghh! Sungchanhhh ahh!”

Langsung saja Sungchan menambah kecepatan, sedikit demi sedikit hingga Shotaro mendesahkan namanya dengan keras.

Tak peduli jika ada maid yang mendengar pergumulan panas pasusu baru ini di pagi hari. Seharusnya mereka sudah terbiasa dengan keturunan pak Jung yang hormon nya mengikuti sang daddy. Apalagi perihal pasangan baru ini, mereka sedang berusaha agar salah satu benih Sungchan dapat berenang dengan selamat sampai ke rahim.

Shotaro tak bisa mengontrol ekspresinya lagi, penampilannya pasti sudah sangat berantakan dengan wajah yang memerah nafsu. Kepala penis Sungchan berkali-kali menumbuk titik sensitif nya membuat Shotaro mendongakkan kepalanya.

Tubuhnya seakan benar-benar di tahan. Jika Sungchan sudah mengukungnya itu berarti kecil kemungkinan untuk Shotaro melarikan diri. Tenaga mereka tidak sepadan. Jika semua area sensitifnya sudah dimainkan, dari atas hingga kaki pasti akan terasa lemas.

Sampai sesuatu yang nyaring menggema, “YEAYYY AKHIRNYA SAMPE RUMAH!” Sungchan membolakan matanya kala suara yang tak lain dan tak bukan berasal dari keponakannya, Jung Logan.

Kepala Sungchan sedang memproses apa yang terjadi, mencari jalan keluar dengan kejantanannya yang masih terjepit kuat oleh dinding rektum Shotaro.

Melihat suaminya lengah, Shotaro dengan cepat melepas penyatuan mereka walaupun setelahnya ia merasakan nyeri yang luar biasa dan langsung berlari menuju kamar seraya memakai kembali celananya.

“Kenapa lo?” Tanya Jeno diikuti oleh Jaemin di belakangnya, keluarga itu habis bersepeda bersama, berolahraga pagi. Apalagi Logan, bocah itu menatap bingung pamannya yang terlihat lumayan berantakan. Untung saja aset nya itu sudah terbungkus kembali dengan celana.

“Itu sarapan udah di atas meja.” Sungchan tersenyum sekilas, lalu lekas menyusul Shotaro yang sudah lebih dulu kabur ke atas.

Tok tok tok

“Taro, sayang—”

“JANGAN KETEMU TARO DUKU SEBELUM UCHAN SELESAI!”

“Ya tapi masa Taro tega sih? Sayang loh kalo calon anaknya dibuang-buang, siapa tau kali ini ada yang menang lomba berenang.” Sungchan menumpu badannya di pintu, menahan ereksi penis nya yang belum terselesaikan.

“NOOOO! DON'T TALK TO ME! TARO IS ANGRY! 😡💢❗”

.

.

Sekarang semuanya merapat, mari kita berdoa bersama agar Sungchan bisa membujuk suami menggemaskannya itu. Walau mati-matian harus menahan gejolak yang didalam, putra keluarga Jung itu harus mencari cara atau ia akan tetap menderita.

HA.HA.HA...

fin .

Menjadi seorang berkewarganegaraan Korea di negera orang tentu bukanlah hal yang mudah bagi Jaehyun. Dirinya harus menetap di Amerika selama menyelesaikan kuliahnya.

Awal mula itu memang mimpinya—melanjutkah pendidikan di luar negeri. Tapi sayangnya itu semua tidak berjalan semulus ekspetasi pertamanya. Orang tuanya selalu berkata, “kau harus belajar dengan giat agar bisa kuliah di Amerika.”

Itu semua sudah ia lakukan. Berkutat dengan buku pelajaran setiap hari hingga ia muak membuat Jaehyun lulus Sekolah Menengah Atas dengan nilai tertinggi seangkatan lalu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Bukankah semua itu sudah sesuai dengan apa yang kedua orang tuanya mau?

Buktinya kini dirinya menyewa sebuah rumah di sana. Catat ya, itu rumah. Entah mengapa orang tua Jaehyun menyuruh anaknya menyewa rumah bukan apartemen atau asrama. Yang jelas terdapat asrama di universitas Jaehyun, alasannya orang tua Jaehyun ingin anaknya lebih mandiri dengan punya rumah sendiri.

Ralat, masih nyewa.

Semenjak berpacaran dengan kertas tugas, Jaehyun berubah menjadi lebih pendiam. Otaknya lebih fokus dengan soal-soal yang masih ia cari jawabannya ketimbang sekitarnya.

Sebenarnya ia bukanlah anak yang gila belajar. Tapi karena berambisi dengan beasiswa, ia lebih sering belajar hingga dijuluki kutu buku oleh teman-temannya.

Dengan wajah tampannya, ia lebih memilih menghabiskan malam minggu dengan pekerjaan rumah ketimbang gadis-gadis yang mengajaknya hangout.

Semuanya tertolak. Derajat buku pelajaran lebih tinggi daripada mereka.

Tetapi akhir-akhir ini ia sering terganggu. Lingkungan perumahannya memang dikelilingi banyak anak muda, tetapi itu tak menjadi masalah selama mereka tidak menggangu jam belajar Jaehyun.

Menjadi warga negara asing di lingkungan wastern ditambah dirinya yang sudah mulai anti sosial membuat Jaehyun sulit memiliki teman.

Dengar-dengar ada pemuda Asia yang pindah ke sebelah rumah Jaehyun. Asalnya dari Korea Selatan.

Tunggu...

Bukankah ia sama dengan Jaehyun?

Iya benar. Sayangnya Jaehyun membenci pemuda itu.

Bayangkan, Jaehyun lebih aktif belajar di malam hari. Alasannya, karena suasana rumahnya lebuh sepi membuat dirinya lebih fokus. Tetapi semuanya hancur ketika tetangga barunya itu mengadakan pesta yang mengundang banyak orang ke rumahnya.

Awalnya Jaehyun tidak menegur. Toh hari pertama, mungkin ia hanya ingin merayakan kedatangan di rumah barunya.

Tapi hari-hari berikutnya, semuanya sama. Pesta yang diadakan malam hingga menjelang pagi hari tetap berlangsung, mengganggu Jaehyun yang lagi fokus-fokusnya.

Jaehyun memutuskan “FUCK IT” dan berjalan keluar menuju rumah di sebelahnya itu yang sudah penuh dengan lampu-lampu serta musik gaduh. Semua ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Mata nya berusaha mencari sang pemilik rumah. Lampu warna-warni serta suasana padat dengan orang-orang yang entah dari mana saja.

Jaehyun mengerutkan dahinya kala bau alkohol menyeruak di hidungnya. Benar, mustahil di pesta seperti ini tidak ada alkohol kecuali pesta ulang tahun anak-anak.

Lelaki bermarga Jung itu mendesah frustasi tak juga menemukan tuan rumahnya. Berada di tengah kerumunan seperti ini akan sulit baginya menemukan satu orang yang dimaksud. Rumah semakin padat, orang-orang terus berdatangan.

“Hei, apa kau butuh teman?” Jaehyun merasakan bahunya disentuh seorang.

Satu perempuan kulit putih menyapanya. Jaehyun tahu apa yang terjadi disini. Ia sedang di goda. Tentu ia tak akan menggubrisnya dan fokus pada tujuan awal.

Merasa diabaikan, perempuan itu mulai bergelendotan di lengan Jaehyun seakan tak menyerah mendapatkan lelaki tampan yang satu ini.

“Ekhem.”

Deheman membuyarkan keduanya, perempuan tadi langsung mundur bermaksud memberi jalan. Tanpa sadar mereka menghalangi akses tangga ke lantai dua.

Jaehyun langsung mengejarnya, “TAEYONG HYUNG!”

Pemuda yang sedang membawa segelas vodka ditangannya membalikkan tubuh, “oh Jung Jaehyun? Aku tidak mengira kau akan datang. Apakah wanita tadi menarik perhatian mu?”

“Sudah kubilang jangan mengganggu jam belajar ku!”

“Hei kau sangat gila dengan kertas-kertas mu itu, apakah kau tidak lelah berkencan dengan tugas?”

Setiap mendengar perkataan seperti itu, Jaehyun merasakannya. Rasa jenuh kepada buku-buku pelajaran di kamarnya, tetapi ia harus tetap melakukannya demi mempertahankan beasiswa.

“Kenapa? Kau takut beasiswa nu dicabut?”

“Sial, mengapa ia bisa membaca pikiranku?”

“Aku tahu betapa sulitnya untuk mahasiswa seperti mu. Setidaknya beristirahat lah, cari hiburan atau semacamnya, apa kau tidak muak mendekap sendirian?” Ucap yang lebih tua dengan sedikit berteriak karena suaranya terhalang musik.

“Ck, cepat ikut aku!” Taeyong berjalan meninggalkan Jaehyun yang masih termenung di sana sampai tak lama kemudian sang mahasiswa pintar itu mengikuti arahan Taeyong.

Sampailah mereka di satu ruangan yang Jaehyun yakini adalah kamar Taeyong karena di dinding ruangan itu banyak bingkai foto Taeyong. Temaram cahaya ungu yang mendominasi ruangan tersebut langsung menyapa penglihatannya.

Jaehyun menelusuri isi kamar yang tak hanya berisikan banyak foto tapi juga boneka dan action figure. Tidak lupa dengan dinding juga dipenuhi banyak coretan gambar yang sudah pasti ulah Taeyong.

“Aku mengajakmu kesini karena ini tempat satu-satunya yang jauh dari keramaian.” Walaupun samar-samar masih terdengar musik dari bawah.

“Dengarkan aku. Aku juga pernah melewati masa-masa seperti mu. Terlebih lagi jika sudah dekat semester akhir, semuanya akan lebih padat. Selama kau masih semester awal, mengapa tidak mencari hiburan? Setidaknya beristirahat, atau melakukan sesuatu bersama teman-temanmu.”

“Aku tidak punya teman.” Ucap Jaehyun sambil membenarkan kacamatanya.

Taeyong menaikkan satu alisnya, “mengapa kau tidak pernah datang kesini?”

“Aku tidak suka keramaian.”

“Kalau begitu kau sangat berlawanan denganku. Aku benci sendirian. Kesunyian hanya membuatku gelisah.”

Jaehyun akui, kamar Taeyong lebih baik daripada seisi rumah lainnya. Kamar Taeyong wangi aroma terapi yang ada di ujung ruangan dan lebih tentram. Tidak ada bau alkohol kecuali mungkin mulut pemuda itu.

“Kau mau?”

Taeyong menuangkan segelas vodka lagi, “jangan bilang kau tidak pernah minum sebelumnya?”

Merasa diremehkan, Jaehyun langsung mengambil gelas itu lalu meneguknya sampai habis.

Taeyong pun menyusul Jaehyun setelah meneguk minumannya, lalu ia berbaring diatas ranjang.

“Kau tau betapa beratnya saat semester akhir?”

Jaehyun membuka kacamatanya dan meletakkan di nakas sebelah kasur lalu ikut merebahkan diri di sebelah Taeyong.

“Aku dulu juga sama sepertimu. Banyak belajar demi lulus sarjana, tetapi aku tetap memiliki kehidupan sosial. Percayalah padaku, jangan sampai menyesal nantinya.”

Jaehyun mengibas-ngibaskan baju kaosnya, dahi nya mulai mengeluarkan keringat.

“Kenapa? Gerah? AC nya sudah nyala kok.” Taeyong mengecek remote AC nya lalu menurunkan suhu hingga 17°C.

“Sudah paling kecil, masih panas?” Taeyong menatap Jaehyun heran.

Sampai dirinya menyadari sesuatu.

Taeyong bangkit dari kasur lalu mengecek meja dengan sekumpulan botol alkohol.

“SHIT!”

Taeyong merutuki dirinya keras-keras dalam hati karena ia baru daja memberikan minuman yang salah pada Jaehyun. Kedua botol yang sama persis, tetapi salah satunya dapat menyebabkan bencana.

“Taeyong hyung...”

“Iya ada apa? Kau butuh apa?” Taeyong akan menuruti semua kemauan yang lebih tua untuk menebus kecerobohannya tadi.”

Saat berdiri di hadapan Jaehyun, pemuda itu langsung terduduk lalu menarik tangan Taeyong untuk memeluk tubuh itu.

Jaehyun menyusuri leher jenjang Taeyong hingga turun ke dadanya. Ia tersenyum setengah mabuk saat dimple nya bergesekan dengan puting Taeyong dari luar baju.

“J-jaehh...” Taeyong menggigit bibirnya berusaha meredam desahannya. Ia dapat merasakan suatu gundukan keras menggesek diantara selangkangan.

“Yak, aku bisa carikan wanita jika kau mau!” Taeyong menjauhkan kepala Jaehyun yang terus mendusal di dadanya. Taeyong masih suka wanita! Ia tak mau jika harus menjadi objek pemuas nafsu Jaehyun.

Saat Taeyong hendak beranjak, Jaehyun malah memasukkan tangannya ke dalam baju Taeyong. Memilin puting Taeyong serta mengelus-elus pinggang ramping itu.

“Jae hentika—ahh!” Tidak tahu dari mana Jaehyun bisa menemukan dua titik kelemahan Taeyong sekaligus, yang pasti itu membuat Taeyong melengkungkan tubuhnya.

Sedangkan Jaehyun mendongak memperhatikan wajah Taeyong yang berusaha menahan nafsu itu dengan kedua pipi memerah efek alkohol nya.

“Hyung.”

“Ah-apa...”

“Disini panas sekali.”

“Kalau begitu buka baju mu.” Jaehyun menuruti perkataan Taeyong, dengan cepat membuka kaosnya.

Dengan kesempatan itu, Taeyong beranjak dari pangkuan Jaehyun dan berlari menuju pintu keluar.

“Mau kemana, hyung?” Jaehyun dengan keadaan sudah topless menahan Taeyong yang hendak keluar.

“Aku akan mencarikan mu wanita, di luar sana pasti sangat banyak yang ingin bercinta denganmu. Sekarang cepat lepaskan, aku tahu rasanya sangat tidak enak.”

“Aku mau hyung.”

“APA?! KAU GILA?! AKU INI PRIA DASAR BODOH!”

“Aku. Tidak. Bodoh.”

“Ya kau tidak bodoh sampai tidak bisa membedakan wanita dan pria! Cepatlah atau kau akan semakin tersiksa.”

“Hyung.”

“Terus saja memanggilku dan kau tidak akan mendapat pelepasan!”

“Hyung.”

Taeyong yang frustasi karena mahasiswa yang satu ini mendecak kesal sampai Jaehyun menangkup kedua pipi Taeyong agar dapat menahan kepala yang tak bisa diam itu.

Jaehyun menatap manik-manik bulat Taeyong dengan lekat. Dalam hati memuja visual Taeyong yang sangat curang itu. Bagaimana karakter kartun Jepang bisa sampai ke dunia nyata? “Hyung—

—sangat tampan.”

“Aku tau aku tampan! Tolong jangan mempersulit—”

“Hyung sangat cantik.”

Sebelum Taeyong membalas perkataannya, Jaehyun sudah lebih dulu melumat bibir Taeyong.

Jaehyun menahan kedua tangan di atas kepala saat Taeyong berusaha memberontak. Lidah Jaehyun menjilati bibir ceri itu lalu kembali melumat dengan lembut.

Jaehyun mengelus pipi tirus itu, “hyung, tolong bantu aku.” Dengan frustasi Jaehyun mengelus kejantanan nya sendiri dari luar celana. “Hyung mhh...”

Melihat Jaehyun tersiksa dengan ereksinya, Taeyong menaikkan lututnya ikut menekan kejantanan Jaehyun mengisyaratkan agar tangannya di lepas.

Taeyong langsung berjongkok, membuka resleting celana Jaehyun dan mengeluarkan batang tegang yang sudah sesak itu.

“Akh-” Baru saja Taeyong menyentuhnya.

Taeyong menimang-nimang keputusannya lagi. Jika ia berserah diri kepada Jaehyun, mungkin harga diri lelaki sejatinya akan terjatuh. Tetapi saat mendongak dan melihat wajah memelas itu dirinya tidak tega. Mau bagaimanapun ini adalah kesalahannya.

Dengan takut-takut, Taeyong memasukkan penis Jaehyun ke dalam mulutnya dan mulai melakukan blow job yang masih kaku itu.

“Hyung.” Jaehyun menahan dagu Taeyong lalu memasukkan kedua jarinya. “Hisap seperti sedang memakan permen.” Taeyong mengulum jari Jaehyun sesekali memainkan lidahnya.

“Seperti itu.” Lalu ia menuntun kejantanan nya kembali ke dalam mulut Taeyong.

Jaehyun mengerang keras saat kemaluannya di lahap mulut hangat Taeyong. Ia tak pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya, dan semakin menjadi saat lidah Taeyong menusuk-nusuk lubang kencingnya.

Lelaki bermarga Jung itu melihat Taeyong dibawahnya yang terlihat sudah kewalahan mengulum penis panjangnya. Untuk mempersingkat waktu, Jaehyun mendorong penisnya hingga mengenai tenggorokan Taeyong dan mengocoknya sampai batang itu menyemburkan cairan putih di dalam mulut Taeyong.

“Telan hyung.”

“Twidak mwawu!”

Jaehyun memposisikan tubuhnya sejajar dengan Taeyong, “kubilang telan, hyung.” Lalu ia mencuri satu kecupan di sudut bibir Taeyong.

Jaehyun membawa tubuh Taeyong kembali ke atas ranjang. Kini Jaehyun membantu membuka celana serta menyingkap baju Taeyong.

Menurunkan celana Taeyong perlahan, Jaehyun mengendus dan mulai mengecupi betis hingga paha dalam Taeyong.

“Anghhh Jaehhh! Ngapa—nghh... Ahh!”

Taeyong kelimpungan saat Jaehyun memberikan beberapa hickey di paha dalamnya sambil memainkan buah zakarnya.

Perlahan penis Taeyong juga ikut terangsang saat Jaehyun mengulum serta menghisap kuat area paling sensitif Taeyong.

“Jangan dipenggang Jaehh akhh!”

“Boleh hyung?” Dan Jaehyun mulai menenggelamkan kepalanya di selangkangan Taeyong.


Jaehyun perlahan terbangun kala suara ribut-ribut menyapa telinga nya di pagi hari. Tubuhnya terasa sangat pegal, dan bau ruangan ini tak seperti bau kamarnya.

“Cepat bangun bayi besar!”

Lelaki itu menduduki dirinya diatas ranjang, bergerak tak nyaman karena pinggulnya terasa sangat pegal.

“Pakai bajumu dan bantu aku bereskan rumah.”

“Hyung, mengapa kau tidak memakai celana? Dan mengapa cara jalanmu aneh?” Taeyong yang hendak keluar kamar langsung membalikkan tubuhnya.

“TANYAKAN PADA BELALAI GAJAH MU ITU SIALAN!”

[ fin / tbc ]

Menjadi seorang berkewarganegaraan Korea di negera orang tentu bukanlah hal yang mudah bagi Jaehyun. Dirinya harus menetap di Amerika selama menyelesaikan kuliahnya.

Awal mula itu memang mimpinya—melanjutkah pendidikan di luar negeri. Tapi sayangnya itu semua tidak berjalan semulus ekspetasi pertamanya. Orang tuanya selalu berkata, “kau harus belajar dengan giat agar bisa kuliah di Amerika.”

Itu semua sudah ia lakukan. Berkutat dengan buku pelajaran setiap hari hingga ia muak membuat Jaehyun lulus Sekolah Menengah Atas dengan nilai tertinggi seangkatan lalu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Bukankah semua itu sudah sesuai dengan apa yang kedua orang tuanya mau?

Buktinya kini dirinya menyewa sebuah rumah di sana. Catat ya, itu rumah. Entah mengapa orang tua Jaehyun menyuruh anaknya menyewa rumah bukan apartemen atau asrama. Yang jelas terdapat asrama di universitas Jaehyun, alasannya orang tua Jaehyun ingin anaknya lebih mandiri dengan punya rumah sendiri.

Ralat, masih nyewa.

Semenjak berpacaran dengan kertas tugas, Jaehyun berubah menjadi lebih pendiam. Otaknya lebih fokus dengan soal-soal yang masih ia cari jawabannya ketimbang sekitarnya.

Sebenarnya ia bukanlah anak yang gila belajar. Tapi karena berambisi dengan beasiswa, ia lebih sering belajar hingga dijuluki kutu buku oleh teman-temannya.

Dengan wajah tampannya, ia lebih memilih menghabiskan malam minggu dengan pekerjaan rumah ketimbang gadis-gadis yang mengajaknya hangout.

Semuanya tertolak. Derajat buku pelajaran lebih tinggi daripada mereka.

Tetapi akhir-akhir ini ia sering terganggu. Lingkungan perumahannya memang dikelilingi banyak anak muda, tetapi itu tak menjadi masalah selama mereka tidak menggangu jam belajar Jaehyun.

Menjadi warga negara asing di lingkungan wastern ditambah dirinya yang sudah mulai anti sosial membuat Jaehyun sulit memiliki teman.

Dengar-dengar ada pemuda Asia yang pindah ke sebelah rumah Jaehyun. Asalnya dari Korea Selatan.

Tunggu...

Bukankah ia sama dengan Jaehyun?

Iya benar. Sayangnya Jaehyun membenci pemuda itu.

Bayangkan, Jaehyun lebih aktif belajar di malam hari. Alasannya, karena suasana rumahnya lebuh sepi membuat dirinya lebih fokus. Tetapi semuanya hancur ketika tetangga barunya itu mengadakan pesta yang mengundang banyak orang ke rumahnya.

Awalnya Jaehyun tidak menegur. Toh hari pertama, mungkin ia hanya ingin merayakan kedatangan di rumah barunya.

Tapi hari-hari berikutnya, semuanya sama. Pesta yang diadakan malam hingga menjelang pagi hari tetap berlangsung, mengganggu Jaehyun yang lagi fokus-fokusnya.

Jaehyun memutuskan “FUCK IT” dan berjalan keluar menuju rumah di sebelahnya itu yang sudah penuh dengan lampu-lampu serta musik gaduh. Semua ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Mata nya berusaha mencari sang pemilik rumah. Lampu warna-warni serta suasana padat dengan orang-orang yang entah dari mana saja.

Jaehyun mengerutkan dahinya kala bau alkohol menyeruak di hidungnya. Benar, mustahil di pesta seperti ini tidak ada alkohol kecuali pesta ulang tahun anak-anak.

Lelaki bermarga Jung itu mendesah frustasi tak juga menemukan tuan rumahnya. Berada di tengah kerumunan seperti ini akan sulit baginya menemukan satu orang yang dimaksud. Rumah semakin padat, orang-orang terus berdatangan.

“Hei, apa kau butuh teman?” Jaehyun merasakan bahunya disentuh seorang.

Satu perempuan kulit putih menyapanya. Jaehyun tahu apa yang terjadi disini. Ia sedang di goda. Tentu ia tak akan menggubrisnya dan fokus pada tujuan awal.

Merasa diabaikan, perempuan itu mulai bergelendotan di lengan Jaehyun seakan tak menyerah mendapatkan lelaki tampan yang satu ini.

“Ekhem.”

Deheman membuyarkan keduanya, perempuan tadi langsung mundur bermaksud memberi jalan. Tanpa sadar mereka menghalangi akses tangga ke lantai dua.

Jaehyun langsung mengejarnya, “TAEYONG HYUNG!”

Pemuda yang sedang membawa segelas vodka ditangannya membalikkan tubuh, “oh Jung Jaehyun? Aku tidak mengira kau akan datang. Apakah wanita tadi menarik perhatian mu?”

“Sudah kubilang jangan mengganggu jam belajar ku!”

“Hei kau sangat gila dengan kertas-kertas mu itu, apakah kau tidak lelah berkencan dengan tugas?”

Setiap mendengar perkataan seperti itu, Jaehyun merasakannya. Rasa jenuh kepada buku-buku pelajaran di kamarnya, tetapi ia harus tetap melakukannya demi mempertahankan beasiswa.

“Kenapa? Kau takut beasiswa nu dicabut?”

“Sial, mengapa ia bisa membaca pikiranku?”

“Aku tahu betapa sulitnya untuk mahasiswa seperti mu. Setidaknya beristirahat lah, cari hiburan atau semacamnya, apa kau tidak muak mendekap sendirian?” Ucap yang lebih tua dengan sedikit berteriak karena suaranya terhalang musik.

“Ck, cepat ikut aku!” Taeyong berjalan meninggalkan Jaehyun yang masih termenung di sana sampai tak lama kemudian sang mahasiswa pintar itu mengikuti arahan Taeyong.

Sampailah mereka di satu ruangan yang Jaehyun yakini adalah kamar Taeyong karena di dinding ruangan itu banyak bingkai foto Taeyong. Temaram cahaya ungu yang mendominasi ruangan tersebut langsung menyapa penglihatannya.

Jaehyun menelusuri isi kamar yang tak hanya berisikan banyak foto tapi juga boneka dan action figure. Tidak lupa dengan dinding juga dipenuhi banyak coretan gambar yang sudah pasti ulah Taeyong.

“Aku mengajakmu kesini karena ini tempat satu-satunya yang jauh dari keramaian.” Walaupun samar-samar masih terdengar musik dari bawah.

“Dengarkan aku. Aku juga pernah melewati masa-masa seperti mu. Terlebih lagi jika sudah dekat semester akhir, semuanya akan lebih padat. Selama kau masih semester awal, mengapa tidak mencari hiburan? Setidaknya beristirahat, atau melakukan sesuatu bersama teman-temanmu.”

“Aku tidak punya teman.” Ucap Jaehyun sambil membenarkan kacamatanya.

Taeyong menaikkan satu alisnya, “mengapa kau tidak pernah datang kesini?”

“Aku tidak suka keramaian.”

“Kalau begitu kau sangat berlawanan denganku. Aku benci sendirian. Kesunyian hanya membuatku gelisah.”

Jaehyun akui, kamar Taeyong lebih baik daripada seisi rumah lainnya. Kamar Taeyong wangi aroma terapi yang ada di ujung ruangan dan lebih tentram. Tidak ada bau alkohol kecuali mungkin mulut pemuda itu.

“Kau mau?”

Taeyong menuangkan segelas vodka lagi, “jangan bilang kau tidak pernah minum sebelumnya?”

Merasa diremehkan, Jaehyun langsung mengambil gelas itu lalu meneguknya sampai habis.

Taeyong pun menyusul Jaehyun setelah meneguk minumannya, lalu ia berbaring diatas ranjang.

“Kau tau betapa beratnya saat semester akhir?”

Jaehyun membuka kacamatanya dan meletakkan di nakas sebelah kasur lalu ikut merebahkan diri di sebelah Taeyong.

“Aku dulu juga sama sepertimu. Banyak belajar demi lulus sarjana, tetapi aku tetap memiliki kehidupan sosial. Percayalah padaku, jangan sampai menyesal nantinya.”

Jaehyun mengibas-ngibaskan baju kaosnya, dahi nya mulai mengeluarkan keringat.

“Kenapa? Gerah? AC nya sudah nyala kok.” Taeyong mengecek remote AC nya lalu menurunkan suhu hingga 17°C.

“Sudah paling kecil, masih panas?” Taeyong menatap Jaehyun heran.

Sampai dirinya menyadari sesuatu.

Taeyong bangkit dari kasur lalu mengecek meja dengan sekumpulan botol alkohol.

“SHIT!”

Taeyong merutuki dirinya keras-keras dalam hati karena ia baru daja memberikan minuman yang salah pada Jaehyun. Kedua botol yang sama persis, tetapi salah satunya dapat menyebabkan bencana.

“Taeyong hyung...”

“Iya ada apa? Kau butuh apa?” Taeyong akan menuruti semua kemauan yang lebih tua untuk menebus kecerobohannya tadi.”

Saat berdiri di hadapan Jaehyun, pemuda itu langsung terduduk lalu menarik tangan Taeyong untuk memeluk tubuh itu.

Jaehyun menyusuri leher jenjang Taeyong hingga turun ke dadanya. Ia tersenyum setengah mabuk saat dimple nya bergesekan dengan puting Taeyong dari luar baju.

“J-jaehh...” Taeyong menggigit bibirnya berusaha meredam desahannya. Ia dapat merasakan suatu gundukan keras menggesek diantara selangkangan.

“Yak, aku bisa carikan wanita jika kau mau!” Taeyong menjauhkan kepala Jaehyun yang terus mendusal di dadanya. Taeyong masih suka wanita! Ia tak mau jika harus menjadi objek pemuas nafsu Jaehyun.

Saat Taeyong hendak beranjak, Jaehyun malah memasukkan tangannya ke dalam baju Taeyong. Memilin puting Taeyong serta mengelus-elus pinggang ramping itu.

“Jae hentika—ahh!” Tidak tahu dari mana Jaehyun bisa menemukan dua titik kelemahan Taeyong sekaligus, yang pasti itu membuat Taeyong melengkungkan tubuhnya.

Sedangkan Jaehyun mendongak memperhatikan wajah Taeyong yang berusaha menahan nafsu itu dengan kedua pipi memerah efek alkohol nya.

“Hyung.”

“Ah-apa...”

“Disini panas sekali.”

“Kalau begitu buka baju mu.” Jaehyun menuruti perkataan Taeyong, dengan cepat membuka kaosnya.

Dengan kesempatan itu, Taeyong beranjak dari pangkuan Jaehyun dan berlari menuju pintu keluar.

“Mau kemana, hyung?” Jaehyun dengan keadaan sudah topless menahan Taeyong yang hendak keluar.

“Aku akan mencarikan mu wanita, di luar sana pasti sangat banyak yang ingin bercinta denganmu. Sekarang cepat lepaskan, aku tahu rasanya sangat tidak enak.”

“Aku mau hyung.”

“APA?! KAU GILA?! AKU INI PRIA DASAR BODOH!”

“Aku. Tidak. Bodoh.”

“Ya kau tidak bodoh sampai tidak bisa membedakan wanita dan pria! Cepatlah atau kau akan semakin tersiksa.”

“Hyung.”

“Terus saja memanggilku dan kau tidak akan mendapat pelepasan!”

“Hyung.”

Taeyong yang frustasi karena mahasiswa yang satu ini mendecak kesal sampai Jaehyun menangkup kedua pipi Taeyong agar dapat menahan kepala yang tak bisa diam itu.

Jaehyun menatap manik-manik bulat Taeyong dengan lekat. Dalam hati memuja visual Taeyong yang sangat curang itu. Bagaimana karakter kartun Jepang bisa sampai ke dunia nyata? “Hyung—

—sangat tampan.”

“Aku tau aku tampan! Tolong jangan mempersulit—”

“Hyung sangat cantik.”

Sebelum Taeyong membalas perkataannya, Jaehyun sudah lebih dulu melumat bibir Taeyong.

Jaehyun menahan kedua tangan di atas kepala saat Taeyong berusaha memberontak. Lidah Jaehyun menjilati bibir ceri itu lalu kembali melumat dengan lembut.

Jaehyun mengelus pipi tirus itu, “hyung, tolong bantu aku.” Dengan frustasi Jaehyun mengelus kejantanan nya sendiri dari luar celana. “Hyung mhh...”

Melihat Jaehyun tersiksa dengan ereksinya, Taeyong menaikkan lututnya ikut menekan kejantanan Jaehyun mengisyaratkan agar tangannya di lepas.

Taeyong langsung berjongkok, membuka resleting celana Jaehyun dan mengeluarkan batang tegang yang sudah sesak itu.

“Akh-” Baru saja Taeyong menyentuhnya.

Taeyong menimang-nimang keputusannya lagi. Jika ia berserah diri kepada Jaehyun, mungkin harga diri lelaki sejatinya akan terjatuh. Tetapi saat mendongak dan melihat wajah memelas itu dirinya tidak tega. Mau bagaimanapun ini adalah kesalahannya.

Dengan takut-takut, Taeyong memasukkan penis Jaehyun ke dalam mulutnya dan mulai melakukan blow job yang masih kaku itu.

“Hyung.” Jaehyun menahan dagu Taeyong lalu memasukkan kedua jarinya. “Hisap seperti sedang memakan permen.” Taeyong mengulum jari Jaehyun sesekali memainkan lidahnya.

“Seperti itu.” Lalu ia menuntun kejantanan nya kembali ke dalam mulut Taeyong.

Jaehyun mengerang keras saat kemaluannya di lahap mulut hangat Taeyong. Ia tak pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya, dan semakin menjadi saat lidah Taeyong menusuk-nusuk lubang kencingnya.

Lelaki bermarga Jung itu melihat Taeyong dibawahnya yang terlihat sudah kewalahan mengulum penis panjangnya. Untuk mempersingkat waktu, Jaehyun mendorong penisnya hingga mengenai tenggorokan Taeyong dan mengocoknya sampai batang itu menyemburkan cairan putih di dalam mulut Taeyong.

“Telan hyung.”

“Twidak mwawu!”

Jaehyun memposisikan tubuhnya sejajar dengan Taeyong, “kubilang telan, hyung.” Lalu ia mencuri satu kecupan di sudut bibir Taeyong.

Jaehyun membawa tubuh Taeyong kembali ke atas ranjang. Kini Jaehyun membantu membuka celana serta menyingkap baju Taeyong.

Menurunkan celana Taeyong perlahan, Jaehyun mengendus dan mulai mengecupi betis hingga paha dalam Taeyong.

“Anghhh Jaehhh! Ngapa—nghh... Ahh!”

Taeyong kelimpungan saat Jaehyun memberikan beberapa hickey di paha dalamnya sambil memainkan buah zakarnya.

Perlahan penis Taeyong juga ikut terangsang saat Jaehyun mengulum serta menghisap kuat area paling sensitif Taeyong.

“Jangan dipenggang Jaehh akhh!”

“Boleh hyung?” Dan Jaehyun mulai menenggelamkan kepalanya di selangkangan Taeyong.


Jaehyun perlahan terbangun kala suara ribut-ribut menyapa telinga nya di pagi hari. Tubuhnya terasa sangat pegal, dan bau ruangan ini tak seperti bau kamarnya.

“Cepat bangun bayi besar!”

Lelaki itu menduduki dirinya diatas ranjang, bergerak tak nyaman karena pinggulnya terasa sangat pegal.

“Pakai bajumu dan bantu aku bereskan rumah.”

“Hyung, mengapa kau tidak memakai celana? Dan mengapa cara jalanmu aneh?” Taeyong yang hendak keluar kamar langsung membalikkan tubuhnya.

“TANYAKAN PADA BELALAI GAJAH MU ITU SIALAN!”

[ fin / tbc ]

Mahesa beneran lari nyari Hardika yang gak tau sekarang ada di mana. Kalo Hardika mau pulang kemungkinan tadi dia langsung ke pintu keluar jadi sekarang Mahesa menuju ke sana.

“Dika!”

Dan bener aja, Hardika udah mau jalan keluar dari area Citos. Tapi untungnya Mahesa cepet nemuin terus nyamperin.

“Apa sa? Lo gak lanjut?”

“Lo kenapa sih?”

“Kan udah gue bilang tadi, gue disana jadi nyamuk doang. Gak enak sama Anita, kan harusnya kalian kencan.”

“Terus sekarang lo mau kemana?”

“Pulang lah.”

Pas denger itu, Mahesa langsung narik Hardika gak tau kemana yang pasti Hardika ngikut aja soalnya cengkraman Mahesa kenceng banget.


“Gue keluar toilet dia langsung marah-marah gitu gimana gak kesel coba?!”

Hardika nyeritain semuanya kenapa dia jadi gak mood lagi di sana. Dia juga bilang ke Mahesa kalo mau kabur baik-baik tapi karena Anita bikin dongkol dia jadi langsung pulang aja.

“Lagian lo ngapain juga sih sa narik gue lagi? Tuh si Anita jadi ditinggal, gagal lagi kencan lo njir.”

Mahesa daritadi mah dengerin doang. Gak pernah nyela atau motong, Mahesa bener-bener dengerin ocehan Hardika sampe selesai.

“Lo kesini bareng gue, pulangnya juga harus bareng gue lah.”

“Tapi lo jadi gagal kencan lagi, nanti lo gak dapet-dapet pacar, jangan salahin gue loh ya.”

“Bukannya yang dari awal desek gue punya pacar punya pacar itu lo, ka?”

“Hah?”

Mahesa helain napasnya, “iya, awalnya gak ada angin gak ada ujan tiba-tiba lo nyuruh gue cari pacar, kencan, deketin cewek ini itu pokoknya kan dari lu awalnya. Udah tau gue gak jago masalah gitu, makanya gue ngajak lo. Bukan sepenuhnya salah gue juga dong?”

“Ya emang harusnya gitu.”

“Kenapa harus gitu? Pacar bisa cari kapan aja gak harus sekarang. Lagian kenapa lo desek gue harus punya pacar sih?”

Setelah pertanyaan itu keluar, Hardika jadi bungkam. Mahesa gak pernah nanyain soal itu sebelumnya. Alesan kenapa Hardika nyuruh Mahesa cepet-cepet punya pacar.

“Dika, kok gak jawab?”

Hardika bener-bener gak tau harus jawab apa sekarang. Pastinya dia gak mau ngasih tau alesan sebenernya lah. Mau ngelak tapi gak jago boong. Pertanyaan tiba-tiba, Hardika belom nyiapin jawabannya—kecuali dia harus jujur.

“Dika, jawab gue.”

Mahesa keliatan mulai emosi. Kalo udah gitu, Hardika juga merinding. Mahesa kalo marah gak main-main bor. Hardika bisa ngerasain sekarang temennya itu lagi mandang dia pake tatapan yang gak bisa diartiin.

“Gue suka sama lo.”

Kata-kata itu keluar gitu aja dari mulut Hardika. Gak mikir aman lagi, udah kepepet sama keadaan. Mahesa terlalu mengintimidasi, mau gak mau Hardika jawab jujur karena gak bisa nyari alesan boong lain yang masuk akal.

“Apa kata lo?”

Tuhkan, harusnya Hardika gak ngomong kayak gitu. Salah banget. Sial banget. Hardika udah pasrah aja sama apa yang terjadi selanjutnya. Mau dia ditendang keluar dari mobil terus dijauhin Mahesa dia pasrah.

Mahesa cengkram keras bajunya Hardika, “APA KATA LO TADI ULANGIN, DIKA!!”

“GUE SUKA SAMA LO, PUAS KA—”

Chup

Hardika langsung bolain matanya waktu Mahesa tiba-tiba narik dan nyium dia.

Demi alek kaget banget. Gak ada pergerakan apa-apa dari Mahesa, dia cuma nempelin bibirnya ke bibir dika.

Hardika berusaha ngelepas ciumannya, tapi tenaga nya gak sebanding sama Mahesa yang kayaknya gak ada niatan buat ngelepasin.

“Mmmphh sa—”

“Gue gak salah denger, ka?” Sekarang ciumannya udah lepas, gantian Mahesa natap dia dengan muka mereka yang masih deket banget.

“MAKSUD LO APA, SA?!”

Chup

Mahesa nyium Dika lagi. Sekarang gak cuma nempel doang tapi dia juga ngelumat bibir yang daritadi ngoceh terus itu.

Masih senantiasa ngecengkram baju Hardika sambil gerakin mulutnya ngisep bibir manis itu atas sama bawahnya.

Makin lama Hardika ikut terbuai sama gerakan temennya yang sialnya enak banget itu. Dika ngebales lumatan Mahesa seirama. Mahesa mulai mainin bibir Dika pake lidahnya.

Ditengah ciuman Dika sempet ngedesah beberapa kali sampe tangan Mahesa sekarang nangkup pipi gembil temennya sambil ngelus kulit pipi Dika yang sering dia cubitin gara-gara gemes.

Mahesa narik bibirnya terus nempelin dahi nya sama Hardika. “Gue juga suka lo, dik.”

“Mahesa...”

“Gue suka lo udah lama, dik. Gue kira cuma gue yang diem-diem nyimpen perasaan. Gue gak pernah bilang ke lo karena gue kira cuma perasaan gue cuma sepihak.”

“Gue kira lo— Sa...”

“Gue gak peduli, dik. Gue suka sama lo, gue sayang sama lo, itu yang perlu lo tau.”

“Tapi kita berdua cowok, sa...”

“Sekarang gue tanya, lo sayang sama gue gak?”

Hardika gak sanggup ngomong lagi takut nangis jadi dia cuma ngangguk doang.

“Lo mau berjuang sama-sama, ka?”

Dika gak ngeliat satupun dusta dari tatapan Mahesa. Orang yang selama ini jadi sahabatnya itu bener-bener ngomong tulus, pandangan matanya fokus cuma ke dia. Dika bener-bener bisa ngerasain di hatinya.

“Kalo lo mau gue juga mau berjuang, ka. Gue tau mungkin lo mikir ini gak mungkin. Tapi gue mau kita bikin semua itu terjadi, kita bisa lawan semuanya berdua. Kalaupun dunia nentang semuanya, gue bakal selalu ada buat lo. So Hardika, will you be mine?

Hardika pengen nangis aja rasanya. Bisa dirasain matanya sekarang udah berair. Dika baru tau kalo Mahesa bisa bikin orang nangis kayak gini. Hati Hardika gak bisa bohong, dia juga mau Mahesa sama dia tapi bersamaan dia juga gak mau sahabat satu-satunya itu tersakiti pada akhirnya.

“Gue terima apapun itu keputusan lo. Udah berkali-kali gue bilang, gue tulus sayang sama lo.” Tangan Mahesa naik ngelus kepala Dika, “Hardika satu-satunya buat gue?”

“Gue mau saaa, hiks...” Kelemahan Dika kalo kepalanya dielus, hatinya juga ikut keelus jadi lembut banget. Hardika gak bisa nahan nangisnya lagi.

Mereka berdua nyalurin perasaan satu sama lain lewat pelukan yang erat banget. Dika masih sesenggukan di pundak Mahesa. Mahesa sendiri gak bisa nutupin ekspresi bahagianya, rasanya lega banget kayak abis ngelepas beban di pundaknya yang sekarang diisi sama Hardika.

Sorak sorai untuk mereka berdua—dua insan yang ingin berjuang bersama sedang menjadi manusia paling bahagia di muka bumi saat ini.

“Jadi sekarang kita pacaran?”

“Menurut lo, hiks...”

“Hahahaha iya udah dong jangan nangis lagi, ka. Nanti muka lo jelek.”

“Yaudah putus aja kalo gue jelek!”

“Dih masa baru jadi detik yang lalu langsung putus, pacaran macam apa itu.” Mahesa ngapus air mata yang basahin muka lelaki manis yang kini jadi miliknya itu. Dikecupnya dahi lalu turun ke kelopak mata Hardika yang refleks tertutup.

“Dih bentar ka, pinggang gue pegel.” Iyalah, daritadi mereka posisinya kurang enak. Itu di tempat duduk depan kan, jadi Mahesa sekarang pindah ke bangku belakang.

“Sini dikaaaa sayanggg...” Isyarat Mahesa ke Hardika biar nyusul ke bangku belakang sama dia.

Dipanggil kayak gitu jantung Hardika jadi ribut banget gak boong. Pengen rasanya melintir mulut Mahesa yang manis banget itu. Langsung aja lompat ke bangku belakang.

Lompat ditangkep sama Mahesa dan langsung dipeluk erat banget. Rasanya nyaman banget, lebih nyaman daripada sofa dirumahnya yang super duper empuk itu. Dipelukan Mahesa, nyender di dadanya sambil kepalanya di elus-elus bikin Dika gak mau ngelepasin.

Keduanya merasakan detak jantung yang menderu dengan tempo yang seirama. Mahesa dan Hardika menemukan rumahnya. Bukan rumah yang isinya banyak ruangan tapi rumah di mana mereka bisa istirahat di dekapan satu sama lain dan saling bercerita tentang keluh kesah mereka.

Satu kali lagi, dua manusia di planet ketiga tata surya bersatu yang akhirnya bersatu disebut dengan pasangan kekasih. Betapa beruntungnya dunia memiliki sekali lagi cinta kasih.

Seharusnya dunia menerima persatuan mereka bukan menentang. Tolong bilang itu ke si bumi manusia.

“Mau lanjut ka?”

“Apa?”

“Yang tadi.”

Gak ada gunanya juga sih nanya karena sekarang Mahesa udah nyatuin bibirnya sama Dika lagi sebelum persetujuan Hardika.

Tapi Dika gak nolak juga, dia malah ngebales lumatan Mahesa lalu ngalungin tangannya di leher Mahesa.

“Nghhh... Mphhhh-”

Mahesa ngetuk bibir Hardika buat minta akses masuk buat lidahnya yang mau nyapa lidah Dika juga.

Suara cipakan basah tak terelakkan, beda tak bertulang itu saling melilit dan menyesap satu sama lain. Badan Dika lama-kelamaan berubah posisi jadi di bawah yang otomatis Mahesa diatasnya.

Suasana tempat sempit yang menjadi saksi bisu bagi dua anak adam ini menjadi makin panas. Dikarenakan permainan mereka yang semakin lama semakin memanas.

Baju Hardika udah tersingkap ke atas hingga mengundang Mahesa untuk mengelus perut datar semulus kulit bayi itu.

Tangan Mahesa mulai bergerak nakal ke bagian privat Hardika. Perlahan jaringan menurunkan resleting celana Dika hingga dalamannya kini terlihat.

“Anghhhh saaa.. lo ngapain sat?!”

“Gue kepengen, dika...”

“Jangan hesa plis...”

“Kenapa, hm?”

“Gue abis berak tadi.”

Hampir satu jam berlalu, Jeno tak kunjung menemukan Lionarch. Ia sudah memakan beberapa makanan ringan seraya menunggu tadi, tapi sama sekali belum menyentuh botol-botol minuman itu.

Dalam hitungan 1, 2, 3...

Jeno tak tahan dan langsung mengambil botol beer dihadapannya yang sedari tadi sudah memanggil-manggil nya.

Minum beberapa teguk, Jeno bisa merasakan tubuhnya menghangat. Perlahan, mulai ada satu persatu wanita yang menghampirinya untuk menawarkannya untuk ditemani.

Yang awalnya menuang minuman sendiri, kini sisi kanan kirinya mulai penuh dengan wanita-wanita yang berusaha menggodanya. Salah satunya sudah membuka beberapa kancing atas Jeno hingga dada bidangnya terlihat.

Jeno terus meneguk minumannya. Namun kini ia beralih pada vodka yang memiliki kadar alkohol lebih tinggi.

Kepalanya mulai pening. Hari ini ia memutuskan akan bersenang-senang saja menikmati malam pertamanya di Hawaii.

Pasti akan lebih seru jika ia mengundang teman-temannya kesini. Sekarang ia hanya ditemani para wanita stranger, rasanya berbeda dengan saat ia bersama teman-temannya tapi mau bagaimanapun Jeno tetap menikmatinya.

Seketika musik keras tadi berhenti dan berubah menjadi alunan lagu erotis. Jeno sedikit mengangkat kepalanya melihat apa yang terjadi karena ia juga tak lagi merasa ada orang yang duduk di sampingnya.

Kemana para wanita tadi?!?

“Annyeong~” kala otaknya sedang memproses apa yang terjadi, telinga nya teralihkan dengan suara seseorang yang akhirnya berbicara bahasanya.

“Sendirian aja, hyung?” Seseorang bersuara berat itu bertanya sambil duduk di sebelah Jeno.

“Ya begitulah...”

Orang itu menungkan segelas minuman ke dalam gelas lalu menyodorkannya pada Jeno.

“Minum hyung, khusus dariku.”

Tak pikir panjang, Jeno langsung meneguk semuanya hingga tak ada yang tersisa. Orang disebelahnya menatap kagum karena Jeno meminumnya dengan sekali teguk.

“Bukannya disini gerah, hyung?” Orang itu membuka kancing baju Jeno lagi, menyisakan satu kancing terakhir.

Jeno agak terkejut saat kepalanya ditarik untuk menoleh ke arah si orang asing. Ditatapnya lekat-lekat wajah itu. Pandangan buramnya kembali normal kala melihat wajah indah dihadapannya.

“Kenapa kamu natap aku kayak gitu, hyung?” Tanya nya sambil tersenyum kecil.

“Siapa namamu manis?”

“Jaemin, Na Jaemin. Hyung tampan, apa boleh aku tau namanya juga?”

“Aku tau aku tampan, panggil aku Jeno.”

Lelaki bernama Jaemin itu memeluk bisep Jeno lalu mendusalkan kepalanya ke lehernya.

“Jenooo hyunggg~ sekarang badan hyung dingin, mau aku hangatin lagi?”

“Sure baby.” Jeno menarik Jaemin naik ke pangkuannya dan langsung menyambar bibir merah ceri itu.

Lumatan yamg awalnya lembut lama-lama menjadi kasar. Jaemin memiringkan kepalanya dan membuka mulutnya untuk akses lidah Jeno masuk mengabsen deretan giginya.

“Nghh hyunghhh...”

“Pinggangmu ramping banget sayang.” Jeno memasukkan tangannya kedalam baju Jaemin dan meremas lekuk tubuh itu dengan sensual.

“Uhh Jeno hyung kuat minum, kalo di ranjang kuat juga gak?”

“Hm, nantangin?”


Kini Jeno berada diatas yang lebih tua, mengukung tubuh yang sudah berantakan dengan tanda-tanda ruam yang dihasilkan oleh sang dominan.

Baju Jaemin telah tersingkap memperlihatkan bahu serta dada mulusnya yang kini sudah ternodai oleh banyak mahakarya seorang Lee Jeno.

“Mhhh.... Jangan ninggalin banyak-banyak Jenoohh...”

“Jeno? Jeno siapa?”

“Hyunghhhh janganh disituhhh...”

“Kalo disini boleh?”

“Hmmhh... I-iyaahh..”

Jeno menurunkan resleting celana Jaemin menggunakan mulutnya sambil menatap ke atas si manis yang sedang terengah-engah dengan keringat yang sudah membasahi wajah hingga lehernya.

“Udah basah banget, hm?” Jeno menggoda lubang Jaemin dari luar dalamannya yang basah. Menekan-nekan bagian itu hingga Jaemin melenguh sambil melihat bagian bawahnya yang sedang dimainkan.

“Don't play with me, Mr. J”

“Well... I'll take this off first.”

Perlahan Jeno menurunkan celana serta dalamannya hingga kejantanan Jaemin yang sudah terangsang mengacung ke atas melawan gravitasi.

Karena tidak bisa melakukannya di leher, jadi Jeno akam memberikan sisa hickey nya di paha mulus Jaemin.

Jaemin ancang-ancang meremat seprai di sekitarnya saat Jeno mulai menjilati pangkal penisnya yang sudah mengeluarkan pre cum itu perlahan memasuki nya hingga Jaemin bisa merasakan miliknya berada di tempat hangat dan basah sekarang.

“Nghh hyunghhh lebih dalem lagihh...”

Jeno jarang bercinta dengan lelaki, kebanyakan dari bayarannya adalah wanita. Tapi soal mengoral, Jeno bisa melakukannya. Dan soal seks anal, Jeno juga tidak masalah.

Selama objek dihadapannya bisa membangun birahi, Jeno akan memilihnya. Tak peduli soal Dawoon yang sudah mempertanyakan keadaannya, kini Jeno tengah sibuk oleh pria tampan nan manis ini.

“Kenapa hyung lepas kulumannya?” Tanya Jaemin dengan nada sedih.

“Hyung mau kamu juga puasin hyung, nanti kita keluar nya bareng-bareng, oke?”

“Okay hyung.”

So, how about your favorite position? Kita mau pake yang mana?” Jeno masih sempatnya bertanya padahal adik kecilnya sudah sangat sesak dibawah sana. Alasannya karena Jaemin ini yang membuatnya ingin memperlakukan pria ini dengan lembut.

“It's up to you, hyung. How 'bout you?”

We'll do doggy style, gimana?”

Sure hyung. I have sexy ass, jadi hyung bisa liat jelas nanti waktu aku gerak.” Jaemin menggigit jarinya sambil menatap Jeno sensual.

Pria bermarga Lee ini tersenyum miring sekaligus gemas dengan orang di hadapannya sampai tangannya tak tahan untuk menampar bokong Jaemin. Jeno yakin, siapapun yang melihat Jaemin pasti akan tertipu dengan wajah innocent nya itu.

Alright. Balik badan, Jaemin.” Perintah Jeno yang langsung dituruti oleh si manis.

PLAK!

“Anghh yes~”

Jeno membuka sisa kancing baju Jaemin dan menurunkannya hingga sebahu. Sedangkan Jaemin sudah mengarahkan bokongnya yang sudah siap digempur oleh benda pusaka yang masih belum terlihat.

“You wanna see mine?”

“Yes hyunghh...”

Jeno bergegas membuka celananya yang sangat terasa seperti penjara bagi penisnya. Akhirnya batang berurat nan besar itu menunjukkan dirinya.

Jaemin yang penasaran karena pipi pantatnya merasakan sesuatu yang panjang sedang menyapanya pun menoleh ke belakang.

Baiklah, malam ini Jaemin tidak salah pilih. Dari awal Jaemin melihat Jeno memang lelaki itu punya big dick energy dan sekarang sudah terbukti keberadaannya.

Kini tinggal penentuan, apakah batang besar itu bisa memuaskannya atau tidak. Balik lagi, ini juga dinilai dari cara Jeno bermain dengan lubangnya nanti.

“So big, hyung.”

“You like it?”

“I do.” Lalu Jaemin menarik dagu Jeno dan membawanya ke dalam ciuman panas, mengikutsertakan lidah mereka yang saling membelit.

Jeno langsung mengarahkan penisnya ke lubang berkedut yang siap diisi itu. Ia tahu bahwa Jaemin tidak ingin berlama-lama. Kelinci binal itu nampak sudah tak sabar.

“Anghhhh hyunghhhh!” Bisa dirasakan sakit luar biasa di lubangnya saat penis Jeno mulai masuk.

“Shhh- sempit banget baby... Hhhh...” Jeno ragu apakah ia yang pertama atau bukan karena sungguh lubang Jaemin sangat ketat untuk dimasuki miliknya.

Saat penis Jeno masuk sepenuhnya, ia membiarkan dulu disana hingga Jaemin terbiasa. Saat sang submissive memberikan lampu hijau, di sanalah Jeno mulai menghentakkan pinggulnya.

“Nghhh... Yes hyunghh... Hhh like that anghh...”

“You look so pretty, bunny~ hmmhh...”

Chup

“Ahhh! Anghh...! Yes hyunghh... Nghhh therehhh...”

“Here?”

“Yes aahhhhh! Hyungieeehh...” Jaemin membantu Jeno bergerak dari arah berlawanan hingga batang itu semakin tertanam didalamnya.

“Moan my name, baby.” Jeno menyodokkan penisnya semakin brutal hingga Jaemin mendongakkan kepalanya, mendesah hebat sambil tersenyum kenikmatan.

“Jeno hyunghhhh.... Ahh! Morehhhh nghhh... Ah!”

Tangan Jeno tak tinggal diam. Jari-jarinya mulai bergerak memilin nipple pink Jaemin sambil sesekali menariknya gemas. Kalau Jaemin sendiri memainkan penisnya yang hampir mencapai klimaksnya.

Saat Jaemin berhasil mengeluarkan cairannya, Jeno berhenti sebentar dan merubah posisinya menjadi duduk dengan Jaemin di atas pangkuannya tanpa melepaskan penyatuan mereka.

Sebelum Jeno kembali menggerakkan penisnya, Jaemin sudah lebih dulu bergerak naik turun disana.

“Oh god. So tight baby ughhh....”

Tangan Jeno bertengger pada pinggang ramping itu dan yang lainnya kembali memainkan puting bengkak itu.

“Uhmmm... Nghhhh.... Yashhh Jeno hyunghhhh... Ahhh! Ahh!”

Bunyi benturan antar kulit tak terelakkan, dua namja yang tengah menyalurkan nafsu satu sama lain itu berada di dalam dunia mereka sendiri.

Sang dominan mengerang rendah saat penisnya berkali-kali dipijat oleh dinding rektum Jaemin. Sedangkan sang submissive mendongakkan kepalanya, matanya menatap langit-langit kamar hingga semuanya memutih berkat tumbukan batang panjang di lubangnya itu.

“Ahhh! Hyungieeehh I'm cominggg anghhh! Hhhhh hyunghhh...”

“Together baby ah!”

Hingga beberapa tusukan terakhir, Jaemin mencapai putihnya bersamaan dengan Jeno yang keluar di dalam lubang Jaemin.

Pria manis itu bisa merasakan perutnya yang menghangat berkat semburan sperma Jeno sangat banyak di dalam hole nya.

Keduanya kembali berciuman, kedua telapak tangan Jeno kini sudah berada di atas pipi pantat Jaemin yang kemudian ia remas bongkahan itu sambil mendominasi bibir Jaemin yang tengah melumat bibir bawahnya.

Hampir satu jam berlalu, Jeno tak kunjung menemukan Lionarch. Ia sudah memakan beberapa makanan ringan seraya menunggu tadi, tapi sama sekali belum menyentuh botol-botol minuman itu.

Dalam hitungan 1, 2, 3...

Jeno tak tahan dan langsung mengambil botol beer dihadapannya yang sedari tadi sudah memanggil-manggil nya.

Minum beberapa teguk, Jeno bisa merasakan tubuhnya menghangat. Perlahan, mulai ada satu persatu wanita yang menghampirinya untuk menawarkannya untuk ditemani.

Yang awalnya menuang minuman sendiri, kini sisi kanan kirinya mulai penuh dengan wanita-wanita yang berusaha menggodanya. Salah satunya sudah membuka beberapa kancing atas Jeno hingga dada bidangnya terlihat.

Jeno terus meneguk minumannya. Namun kini ia beralih pada vodka yang memiliki kadar alkohol lebih tinggi.

Kepalanya mulai pening. Hari ini ia memutuskan akan bersenang-senang saja menikmati malam pertamanya di Hawaii.

Pasti akan lebih seru jika ia mengundang teman-temannya kesini. Sekarang ia hanya ditemani para wanita stranger, rasanya berbeda dengan saat ia bersama teman-temannya tapi mau bagaimanapun Jeno tetap menikmatinya.

Seketika musik keras tadi berhenti dan berubah menjadi alunan lagu erotis. Jeno sedikit mengangkat kepalanya melihat apa yang terjadi karena ia juga tak lagi merasa ada orang yang duduk di sampingnya.

Kemana para wanita tadi?!?

“Annyeong~” kala otaknya sedang memproses apa yang terjadi, telinga nya teralihkan dengan suara seseorang yang akhirnya berbicara bahasanya.

“Sendirian aja, hyung?” Seseorang bersuara berat itu bertanya sambil duduk di sebelah Jeno.

“Ya begitulah...”

Orang itu menungkan segelas minuman ke dalam gelas lalu menyodorkannya pada Jeno.

“Minum hyung, khusus dariku.”

Tak pikir panjang, Jeno langsung meneguk semuanya hingga tak ada yang tersisa. Orang disebelahnya menatap kagum karena Jeno meminumnya dengan sekali teguk.

“Bukannya disini gerah, hyung?” Orang itu membuka kancing baju Jeno lagi, menyisakan satu kancing terakhir.

Jeno agak terkejut saat kepalanya ditarik untuk menoleh ke arah si orang asing. Ditatapnya lekat-lekat wajah itu. Pandangan buramnya kembali normal kala melihat wajah indah dihadapannya.

“Kenapa kamu natap aku kayak gitu, hyung?” Tanya nya sambil tersenyum kecil.

“Siapa namamu manis?”

“Jaemin, Na Jaemin. Hyung tampan, apa boleh aku tau namanya juga?”

“Aku tau aku tampan, panggil aku Jeno.”

Lelaki bernama Jaemin itu memeluk bisep Jeno lalu mendusalkan kepalanya ke lehernya.

“Jenooo hyunggg~ sekarang badan hyung dingin, mau aku hangatin lagi?”

“Sure baby.” Jeno menarik Jaemin naik ke pangkuannya dan langsung menyambar bibir merah ceri itu.

Lumatan yamg awalnya lembut lama-lama menjadi kasar. Jaemin memiringkan kepalanya dan membuka mulutnya untuk akses lidah Jeno masuk mengabsen deretan giginya.

“Nghh hyunghhh...”

“Pinggangmu ramping banget sayang.” Jeno memasukkan tangannya kedalam baju Jaemin dan meremas lekuk tubuh itu dengan sensual.

“Uhh Jeno hyung kuat minum, kalo di ranjang kuat juga gak?”

“Hm, nantangin?”


Kini Jeno berada diatas yang lebih tua, mengukung tubuh yang sudah berantakan dengan tanda-tanda ruam yang dihasilkan oleh sang dominan.

Baju Jaemin telah tersingkap memperlihatkan bahu serta dada mulusnya yang kini sudah ternodai oleh banyak mahakarya seorang Lee Jeno.

“Mhhh.... Jangan ninggalin banyak-banyak Jenoohh...”

“Jeno? Jeno siapa?”

“Hyunghhhh janganh disituhhh...”

“Kalo disini boleh?”

“Hmmhh... I-iyaahh..”

Jeno menurunkan resleting celana Jaemin menggunakan mulutnya sambil menatap ke atas si manis yang sedang terengah-engah dengan keringat yang sudah membasahi wajah hingga lehernya.

“Udah basah banget, hm?” Jeno menggoda lubang Jaemin dari luar dalamannya yang basah. Menekan-nekan bagian itu hingga Jaemin melenguh sambil melihat bagian bawahnya yang sedang dimainkan.

“Don't play with me, Mr. J”

“Well... I'll take this off first.”

Perlahan Jeno menurunkan celana serta dalamannya hingga kejantanan Jaemin yang sudah terangsang mengacung ke atas melawan gravitasi.

Karena tidak bisa melakukannya di leher, jadi Jeno akam memberikan sisa hickey nya di paha mulus Jaemin.

Jaemin ancang-ancang meremat seprai di sekitarnya saat Jeno mulai menjilati pangkal penisnya yang sudah mengeluarkan pre cum itu perlahan memasuki nya hingga Jaemin bisa merasakan miliknya berada di tempat hangat dan basah sekarang.

“Nghh hyunghhh lebih dalem lagihh...”

Jeno jarang bercinta dengan lelaki, kebanyakan dari bayarannya adalah wanita. Tapi soal mengoral, Jeno bisa melakukannya. Dan soal seks anal, Jeno juga tidak masalah.

Selama objek dihadapannya bisa membangun birahi, Jeno akan memilihnya. Tak peduli soal Dawoon yang sudah mempertanyakan keadaannya, kini Jeno tengah sibuk oleh pria tampan nan manis ini.

“Kenapa hyung lepas kulumannya?” Tanya Jaemin dengan nada sedih.

“Hyung mau kamu juga puasin hyung, nanti kita keluar nya bareng-bareng, oke?”

“Okay hyung.”

So, how about your favorite position? Kita mau pake yang mana?” Jeno masih sempatnya bertanya padahal adik kecilnya sudah sangat sesak dibawah sana. Alasannya karena Jaemin ini yang membuatnya ingin memperlakukan pria ini dengan lembut.

“It's up to you, hyung. How 'bout you?”

We'll do doggy style, gimana?”

Sure hyung. I have sexy ass, jadi hyung bisa liat jelas nanti waktu aku gerak.” Jaemin menggigit jarinya sambil menatap Jeno sensual.

Pria bermarga Lee ini tersenyum miring sekaligus gemas dengan orang di hadapannya sampai tangannya tak tahan untuk menampar bokong Jaemin. Jeno yakin, siapapun yang melihat Jaemin pasti akan tertipu dengan wajah innocent nya itu.

Alright. Balik badan, Jaemin.” Perintah Jeno yang langsung dituruti oleh si manis.

PLAK!

“Anghh yes~”

Jeno membuka sisa kancing baju Jaemin dan menurunkannya hingga sebahu. Sedangkan Jaemin sudah mengarahkan bokongnya yang sudah siap digempur oleh benda pusaka yang masih belum terlihat.

“You wanna see mine?”

“Yes hyunghh...”

Jeno bergegas membuka celananya yang sangat terasa seperti penjara bagi penisnya. Akhirnya batang berurat nan besar itu menunjukkan dirinya.

Jaemin yang penasaran karena pipi pantatnya merasakan sesuatu yang panjang sedang menyapanya pun menoleh ke belakang.

Baiklah, malam ini Jaemin tidak salah pilih. Dari awal Jaemin melihat Jeno memang lelaki itu punya big dick energy dan sekarang sudah terbukti keberadaannya.

Kini tinggal penentuan, apakah batang besar itu bisa memuaskannya atau tidak. Balik lagi, ini juga dinilai dari cara Jeno bermain dengan lubangnya nanti.

“So big, hyung.”

“You like it?”

“I do.” Lalu Jaemin menarik dagu Jeno dan membawanya ke dalam ciuman panas, mengikutsertakan lidah mereka yang saling membelit.

Jeno langsung mengarahkan penisnya ke lubang berkedut yang siap diisi itu. Ia tahu bahwa Jaemin tidak ingin berlama-lama. Kelinci binal itu nampak sudah tak sabar.

“Anghhhh hyunghhhh!” Bisa dirasakan sakit luar biasa di lubangnya saat penis Jeno mulai masuk.

“Shhh- sempit banget baby... Hhhh...” Jeno ragu apakah ia yang pertama atau bukan karena sungguh lubang Jaemin sangat ketat untuk dimasuki miliknya.

Saat penis Jeno masuk sepenuhnya, ia membiarkan dulu disana hingga Jaemin terbiasa. Saat sang submissive memberikan lampu hijau, di sanalah Jeno mulai menghentakkan pinggulnya.

“Nghhh... Yes hyunghh... Hhh like that anghh...”

“You look so pretty, bunny~ hmmhh...”

Chup

“Ahhh! Anghh...! Yes hyunghh... Nghhh therehhh...”

“Here?”

“Yes aahhhhh! Hyungieeehh...” Jaemin membantu Jeno bergerak dari arah berlawanan hingga batang itu semakin tertanam didalamnya.

“Moan my name, baby.” Jeno menyodokkan penisnya semakin brutal hingga Jaemin mendongakkan kepalanya, mendesah hebat sambil tersenyum kenikmatan.

“Jeno hyunghhhh.... Ahh! Morehhhh nghhh... Ah!”

Tangan Jeno tak tinggal diam. Jari-jarinya mulai bergerak memilin nipple pink Jaemin sambil sesekali menariknya gemas. Kalau Jaemin sendiri memainkan penisnya yang hampir mencapai klimaksnya.

Saat Jaemin berhasil mengeluarkan cairannya, Jeno berhenti sebentar dan merubah posisinya menjadi duduk dengan Jaemin di atas pangkuannya tanpa melepaskan penyatuan mereka.

Sebelum Jeno kembali menggerakkan penisnya, Jaemin sudah lebih dulu bergerak naik turun disana.

“Oh god. So tight baby ughhh....”

Tangan Jeno bertengger pada pinggang ramping itu dan yang lainnya kembali memainkan puting bengkak itu.

“Uhmmm... Nghhhh.... Yashhh Jeno hyunghhhh... Ahhh! Ahh!”

Bunyi benturan antar kulit tak terelakkan, dua namja yang tengah menyalurkan nafsu satu sama lain itu berada di dalam dunia mereka sendiri.

Sang dominan mengerang rendah saat penisnya berkali-kali dipijat oleh dinding rektum Jaemin. Sedangkan sang submissive mendongakkan kepalanya, matanya menatap langit-langit kamar hingga semuanya memutih berkat tumbukan batang panjang di lubangnya itu.

“Ahhh! Hyungieeehh I'm cominggg anghhh! Hhhhh hyunghhh...”

“Together baby ah!”

Hingga beberapa tusukan terakhir, Jaemin mencapai putihnya bersamaan dengan Jeno yang keluar di dalam lubang Jaemin.

Pria manis itu bisa merasakan perutnya yang menghangat berkat semburan sperma Jeno sangat banyak di dalam hole nya.

Keduanya kembali berciuman, kedua telapak tangan Jeno kini sudah berada di atas pipi pantat Jaemin yang kemudian ia remas bongkahan itu sambil mendominasi bibir Jaemin yang tengah melumat bibir bawahnya.