Party Next Door

Menjadi seorang berkewarganegaraan Korea di negera orang tentu bukanlah hal yang mudah bagi Jaehyun. Dirinya harus menetap di Amerika selama menyelesaikan kuliahnya.

Awal mula itu memang mimpinya—melanjutkah pendidikan di luar negeri. Tapi sayangnya itu semua tidak berjalan semulus ekspetasi pertamanya. Orang tuanya selalu berkata, “kau harus belajar dengan giat agar bisa kuliah di Amerika.”

Itu semua sudah ia lakukan. Berkutat dengan buku pelajaran setiap hari hingga ia muak membuat Jaehyun lulus Sekolah Menengah Atas dengan nilai tertinggi seangkatan lalu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Bukankah semua itu sudah sesuai dengan apa yang kedua orang tuanya mau?

Buktinya kini dirinya menyewa sebuah rumah di sana. Catat ya, itu rumah. Entah mengapa orang tua Jaehyun menyuruh anaknya menyewa rumah bukan apartemen atau asrama. Yang jelas terdapat asrama di universitas Jaehyun, alasannya orang tua Jaehyun ingin anaknya lebih mandiri dengan punya rumah sendiri.

Ralat, masih nyewa.

Semenjak berpacaran dengan kertas tugas, Jaehyun berubah menjadi lebih pendiam. Otaknya lebih fokus dengan soal-soal yang masih ia cari jawabannya ketimbang sekitarnya.

Sebenarnya ia bukanlah anak yang gila belajar. Tapi karena berambisi dengan beasiswa, ia lebih sering belajar hingga dijuluki kutu buku oleh teman-temannya.

Dengan wajah tampannya, ia lebih memilih menghabiskan malam minggu dengan pekerjaan rumah ketimbang gadis-gadis yang mengajaknya hangout.

Semuanya tertolak. Derajat buku pelajaran lebih tinggi daripada mereka.

Tetapi akhir-akhir ini ia sering terganggu. Lingkungan perumahannya memang dikelilingi banyak anak muda, tetapi itu tak menjadi masalah selama mereka tidak menggangu jam belajar Jaehyun.

Menjadi warga negara asing di lingkungan wastern ditambah dirinya yang sudah mulai anti sosial membuat Jaehyun sulit memiliki teman.

Dengar-dengar ada pemuda Asia yang pindah ke sebelah rumah Jaehyun. Asalnya dari Korea Selatan.

Tunggu...

Bukankah ia sama dengan Jaehyun?

Iya benar. Sayangnya Jaehyun membenci pemuda itu.

Bayangkan, Jaehyun lebih aktif belajar di malam hari. Alasannya, karena suasana rumahnya lebuh sepi membuat dirinya lebih fokus. Tetapi semuanya hancur ketika tetangga barunya itu mengadakan pesta yang mengundang banyak orang ke rumahnya.

Awalnya Jaehyun tidak menegur. Toh hari pertama, mungkin ia hanya ingin merayakan kedatangan di rumah barunya.

Tapi hari-hari berikutnya, semuanya sama. Pesta yang diadakan malam hingga menjelang pagi hari tetap berlangsung, mengganggu Jaehyun yang lagi fokus-fokusnya.

Jaehyun memutuskan “FUCK IT” dan berjalan keluar menuju rumah di sebelahnya itu yang sudah penuh dengan lampu-lampu serta musik gaduh. Semua ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Mata nya berusaha mencari sang pemilik rumah. Lampu warna-warni serta suasana padat dengan orang-orang yang entah dari mana saja.

Jaehyun mengerutkan dahinya kala bau alkohol menyeruak di hidungnya. Benar, mustahil di pesta seperti ini tidak ada alkohol kecuali pesta ulang tahun anak-anak.

Lelaki bermarga Jung itu mendesah frustasi tak juga menemukan tuan rumahnya. Berada di tengah kerumunan seperti ini akan sulit baginya menemukan satu orang yang dimaksud. Rumah semakin padat, orang-orang terus berdatangan.

“Hei, apa kau butuh teman?” Jaehyun merasakan bahunya disentuh seorang.

Satu perempuan kulit putih menyapanya. Jaehyun tahu apa yang terjadi disini. Ia sedang di goda. Tentu ia tak akan menggubrisnya dan fokus pada tujuan awal.

Merasa diabaikan, perempuan itu mulai bergelendotan di lengan Jaehyun seakan tak menyerah mendapatkan lelaki tampan yang satu ini.

“Ekhem.”

Deheman membuyarkan keduanya, perempuan tadi langsung mundur bermaksud memberi jalan. Tanpa sadar mereka menghalangi akses tangga ke lantai dua.

Jaehyun langsung mengejarnya, “TAEYONG HYUNG!”

Pemuda yang sedang membawa segelas vodka ditangannya membalikkan tubuh, “oh Jung Jaehyun? Aku tidak mengira kau akan datang. Apakah wanita tadi menarik perhatian mu?”

“Sudah kubilang jangan mengganggu jam belajar ku!”

“Hei kau sangat gila dengan kertas-kertas mu itu, apakah kau tidak lelah berkencan dengan tugas?”

Setiap mendengar perkataan seperti itu, Jaehyun merasakannya. Rasa jenuh kepada buku-buku pelajaran di kamarnya, tetapi ia harus tetap melakukannya demi mempertahankan beasiswa.

“Kenapa? Kau takut beasiswa nu dicabut?”

“Sial, mengapa ia bisa membaca pikiranku?”

“Aku tahu betapa sulitnya untuk mahasiswa seperti mu. Setidaknya beristirahat lah, cari hiburan atau semacamnya, apa kau tidak muak mendekap sendirian?” Ucap yang lebih tua dengan sedikit berteriak karena suaranya terhalang musik.

“Ck, cepat ikut aku!” Taeyong berjalan meninggalkan Jaehyun yang masih termenung di sana sampai tak lama kemudian sang mahasiswa pintar itu mengikuti arahan Taeyong.

Sampailah mereka di satu ruangan yang Jaehyun yakini adalah kamar Taeyong karena di dinding ruangan itu banyak bingkai foto Taeyong. Temaram cahaya ungu yang mendominasi ruangan tersebut langsung menyapa penglihatannya.

Jaehyun menelusuri isi kamar yang tak hanya berisikan banyak foto tapi juga boneka dan action figure. Tidak lupa dengan dinding juga dipenuhi banyak coretan gambar yang sudah pasti ulah Taeyong.

“Aku mengajakmu kesini karena ini tempat satu-satunya yang jauh dari keramaian.” Walaupun samar-samar masih terdengar musik dari bawah.

“Dengarkan aku. Aku juga pernah melewati masa-masa seperti mu. Terlebih lagi jika sudah dekat semester akhir, semuanya akan lebih padat. Selama kau masih semester awal, mengapa tidak mencari hiburan? Setidaknya beristirahat, atau melakukan sesuatu bersama teman-temanmu.”

“Aku tidak punya teman.” Ucap Jaehyun sambil membenarkan kacamatanya.

Taeyong menaikkan satu alisnya, “mengapa kau tidak pernah datang kesini?”

“Aku tidak suka keramaian.”

“Kalau begitu kau sangat berlawanan denganku. Aku benci sendirian. Kesunyian hanya membuatku gelisah.”

Jaehyun akui, kamar Taeyong lebih baik daripada seisi rumah lainnya. Kamar Taeyong wangi aroma terapi yang ada di ujung ruangan dan lebih tentram. Tidak ada bau alkohol kecuali mungkin mulut pemuda itu.

“Kau mau?”

Taeyong menuangkan segelas vodka lagi, “jangan bilang kau tidak pernah minum sebelumnya?”

Merasa diremehkan, Jaehyun langsung mengambil gelas itu lalu meneguknya sampai habis.

Taeyong pun menyusul Jaehyun setelah meneguk minumannya, lalu ia berbaring diatas ranjang.

“Kau tau betapa beratnya saat semester akhir?”

Jaehyun membuka kacamatanya dan meletakkan di nakas sebelah kasur lalu ikut merebahkan diri di sebelah Taeyong.

“Aku dulu juga sama sepertimu. Banyak belajar demi lulus sarjana, tetapi aku tetap memiliki kehidupan sosial. Percayalah padaku, jangan sampai menyesal nantinya.”

Jaehyun mengibas-ngibaskan baju kaosnya, dahi nya mulai mengeluarkan keringat.

“Kenapa? Gerah? AC nya sudah nyala kok.” Taeyong mengecek remote AC nya lalu menurunkan suhu hingga 17°C.

“Sudah paling kecil, masih panas?” Taeyong menatap Jaehyun heran.

Sampai dirinya menyadari sesuatu.

Taeyong bangkit dari kasur lalu mengecek meja dengan sekumpulan botol alkohol.

“SHIT!”

Taeyong merutuki dirinya keras-keras dalam hati karena ia baru daja memberikan minuman yang salah pada Jaehyun. Kedua botol yang sama persis, tetapi salah satunya dapat menyebabkan bencana.

“Taeyong hyung...”

“Iya ada apa? Kau butuh apa?” Taeyong akan menuruti semua kemauan yang lebih tua untuk menebus kecerobohannya tadi.”

Saat berdiri di hadapan Jaehyun, pemuda itu langsung terduduk lalu menarik tangan Taeyong untuk memeluk tubuh itu.

Jaehyun menyusuri leher jenjang Taeyong hingga turun ke dadanya. Ia tersenyum setengah mabuk saat dimple nya bergesekan dengan puting Taeyong dari luar baju.

“J-jaehh...” Taeyong menggigit bibirnya berusaha meredam desahannya. Ia dapat merasakan suatu gundukan keras menggesek diantara selangkangan.

“Yak, aku bisa carikan wanita jika kau mau!” Taeyong menjauhkan kepala Jaehyun yang terus mendusal di dadanya. Taeyong masih suka wanita! Ia tak mau jika harus menjadi objek pemuas nafsu Jaehyun.

Saat Taeyong hendak beranjak, Jaehyun malah memasukkan tangannya ke dalam baju Taeyong. Memilin puting Taeyong serta mengelus-elus pinggang ramping itu.

“Jae hentika—ahh!” Tidak tahu dari mana Jaehyun bisa menemukan dua titik kelemahan Taeyong sekaligus, yang pasti itu membuat Taeyong melengkungkan tubuhnya.

Sedangkan Jaehyun mendongak memperhatikan wajah Taeyong yang berusaha menahan nafsu itu dengan kedua pipi memerah efek alkohol nya.

“Hyung.”

“Ah-apa...”

“Disini panas sekali.”

“Kalau begitu buka baju mu.” Jaehyun menuruti perkataan Taeyong, dengan cepat membuka kaosnya.

Dengan kesempatan itu, Taeyong beranjak dari pangkuan Jaehyun dan berlari menuju pintu keluar.

“Mau kemana, hyung?” Jaehyun dengan keadaan sudah topless menahan Taeyong yang hendak keluar.

“Aku akan mencarikan mu wanita, di luar sana pasti sangat banyak yang ingin bercinta denganmu. Sekarang cepat lepaskan, aku tahu rasanya sangat tidak enak.”

“Aku mau hyung.”

“APA?! KAU GILA?! AKU INI PRIA DASAR BODOH!”

“Aku. Tidak. Bodoh.”

“Ya kau tidak bodoh sampai tidak bisa membedakan wanita dan pria! Cepatlah atau kau akan semakin tersiksa.”

“Hyung.”

“Terus saja memanggilku dan kau tidak akan mendapat pelepasan!”

“Hyung.”

Taeyong yang frustasi karena mahasiswa yang satu ini mendecak kesal sampai Jaehyun menangkup kedua pipi Taeyong agar dapat menahan kepala yang tak bisa diam itu.

Jaehyun menatap manik-manik bulat Taeyong dengan lekat. Dalam hati memuja visual Taeyong yang sangat curang itu. Bagaimana karakter kartun Jepang bisa sampai ke dunia nyata? “Hyung—

—sangat tampan.”

“Aku tau aku tampan! Tolong jangan mempersulit—”

“Hyung sangat cantik.”

Sebelum Taeyong membalas perkataannya, Jaehyun sudah lebih dulu melumat bibir Taeyong.

Jaehyun menahan kedua tangan di atas kepala saat Taeyong berusaha memberontak. Lidah Jaehyun menjilati bibir ceri itu lalu kembali melumat dengan lembut.

Jaehyun mengelus pipi tirus itu, “hyung, tolong bantu aku.” Dengan frustasi Jaehyun mengelus kejantanan nya sendiri dari luar celana. “Hyung mhh...”

Melihat Jaehyun tersiksa dengan ereksinya, Taeyong menaikkan lututnya ikut menekan kejantanan Jaehyun mengisyaratkan agar tangannya di lepas.

Taeyong langsung berjongkok, membuka resleting celana Jaehyun dan mengeluarkan batang tegang yang sudah sesak itu.

“Akh-” Baru saja Taeyong menyentuhnya.

Taeyong menimang-nimang keputusannya lagi. Jika ia berserah diri kepada Jaehyun, mungkin harga diri lelaki sejatinya akan terjatuh. Tetapi saat mendongak dan melihat wajah memelas itu dirinya tidak tega. Mau bagaimanapun ini adalah kesalahannya.

Dengan takut-takut, Taeyong memasukkan penis Jaehyun ke dalam mulutnya dan mulai melakukan blow job yang masih kaku itu.

“Hyung.” Jaehyun menahan dagu Taeyong lalu memasukkan kedua jarinya. “Hisap seperti sedang memakan permen.” Taeyong mengulum jari Jaehyun sesekali memainkan lidahnya.

“Seperti itu.” Lalu ia menuntun kejantanan nya kembali ke dalam mulut Taeyong.

Jaehyun mengerang keras saat kemaluannya di lahap mulut hangat Taeyong. Ia tak pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya, dan semakin menjadi saat lidah Taeyong menusuk-nusuk lubang kencingnya.

Lelaki bermarga Jung itu melihat Taeyong dibawahnya yang terlihat sudah kewalahan mengulum penis panjangnya. Untuk mempersingkat waktu, Jaehyun mendorong penisnya hingga mengenai tenggorokan Taeyong dan mengocoknya sampai batang itu menyemburkan cairan putih di dalam mulut Taeyong.

“Telan hyung.”

“Twidak mwawu!”

Jaehyun memposisikan tubuhnya sejajar dengan Taeyong, “kubilang telan, hyung.” Lalu ia mencuri satu kecupan di sudut bibir Taeyong.

Jaehyun membawa tubuh Taeyong kembali ke atas ranjang. Kini Jaehyun membantu membuka celana serta menyingkap baju Taeyong.

Menurunkan celana Taeyong perlahan, Jaehyun mengendus dan mulai mengecupi betis hingga paha dalam Taeyong.

“Anghhh Jaehhh! Ngapa—nghh... Ahh!”

Taeyong kelimpungan saat Jaehyun memberikan beberapa hickey di paha dalamnya sambil memainkan buah zakarnya.

Perlahan penis Taeyong juga ikut terangsang saat Jaehyun mengulum serta menghisap kuat area paling sensitif Taeyong.

“Jangan dipenggang Jaehh akhh!”

“Boleh hyung?” Dan Jaehyun mulai menenggelamkan kepalanya di selangkangan Taeyong.


Jaehyun perlahan terbangun kala suara ribut-ribut menyapa telinga nya di pagi hari. Tubuhnya terasa sangat pegal, dan bau ruangan ini tak seperti bau kamarnya.

“Cepat bangun bayi besar!”

Lelaki itu menduduki dirinya diatas ranjang, bergerak tak nyaman karena pinggulnya terasa sangat pegal.

“Pakai bajumu dan bantu aku bereskan rumah.”

“Hyung, mengapa kau tidak memakai celana? Dan mengapa cara jalanmu aneh?” Taeyong yang hendak keluar kamar langsung membalikkan tubuhnya.

“TANYAKAN PADA BELALAI GAJAH MU ITU SIALAN!”

[ fin / tbc ]