Uang bonusnya dari koh Li tadi pastinya nggak bisa Jamal pake semua karena harus bayar utang yang udah nombok banget.
Tadi Jamal janjian sama orang-orang yang kemaren mukulin dia di deket kost. Untungnya sekarang Jamal udah nggak punya urusan lagi sama mereka karena utangnya semua lunas hari ini.
Bonus Jamal yang didapet hari ini udah tinggal seperempat doang, dan harus hemat-hemat buat beli warteg sama galon aqua.
Tapi apa Jamal bener-bener udah tenang sampai disini? Tentu saja belum!
Sebenernya selain orang yang waktu itu, Jamal masih punya utang sama geng yang lain tapi emang jarang banget disamperin. Tapi sekalinya nyamper, Jamal langsung bonyok nggak berbentuk. Makanya sam mereka, Jamal waspada banget, kalo-kalo ketemu di Jalan.
Ini lah nggak enaknya minjem duit di preman. Tapi emang udah kejadian, dan Jamal harus nanggung semua bebannya sekarang.
Jamal hidup sendiri, kerja banting tulang walaupun upahnya nggak seberapa, tergantung pendapatan restoran setiap harinya.
Tempat Jamal kerja emang sepi, tapi mau nyari kerjaan yang lain susah banget. Sedangkan yang harus dibayar masih banyak. Tagihan kostan belum dibayar, walaupun ibu kost Jamal bukan tipe yang terlalu nagih tapi Jamal sadar diri.
Bahkan satu keinginan Naufal yang udah lama ditampung sama Jamal belum bisa Jamal kasih sampe sekarang.
Jamal ngerasa dia itu orang tua yang gagal. Hari-harinya tetep berat walaupun sering diisi sama bercandaan sama Wawan.
Tapi kehidupan mereka berdua tentu berbeda. Wawan menghidupi dirinya sendiri, sedangkan Jamal punya goals agar menjadi orang tua yang layak untuk anaknya.
Setidaknya mengajak Naufal untuk tinggal bersamanya lagi, karena satu-satunya harta yang Jamal punya saat ini hanya Naufal. Jamal tidak akan tenggelam di lautan orang-orang sebatang kara. Ia tidak akan hanyut—ia akan berusaha keluar dari sana dan bangkit.
Walaupun sulit dan harus menempuh jalan berkilo-kilo meter setiap hari, setidaknya Naufal punya tujuan dia ingin kemana. Sebagai seorang ayah, Jamal punya impian.
Bahkan jika Jamal harus terseok-seok, ia tidak akan pernah menyerah menjadi seorang orang tua, dan insan yang bertahan di dunia ini.
Walaupun kesalahannya di masa lalu tidak akan bisa dimaafkan, Jamal hanya ingin memenuhi permintaan terakhir mendiang suaminya sebelum meninggalkan dunia.
Biarlah Jamal tetap hidup dengan cap seorang bajingan yang terus diingat hingga akhir hayatnya oleh diri sendiri. Tapi Jamal akan tetap memastikan Naufal hidup bahagia, agar papanya di atas langit sana bisa beristirahat dengan tenang.
Jamal's last mission for his family.
Langkah Jamal lemah, sambil masuk ke dalam kamar kost yang besarnya tidak seberapa itu. Jamal memasukkan dompetnya ke dalam kotak yang biasa ia pakai untuk menyimpan barang-barang berharga. Salah satunya kartu keluarga dan cincin pernikahan.
Jamal melepas cincin pernikahannya di hari-hari tertentu, karena tidak ingin cincin itu hilang.
Karena benda mungil itu adalah saksi bisu pengikatan janji suci yang tidak akan terjadi lagi di kehidupannya.
Disaat Jamal merindukan suaminya, ia kembali memakai cincin itu atau bahkan memeluk pakaian mendiang suaminya yang aromanya sudah pudar.
Dulu kala Jamal selalu bisa memeluk sang suami setelah hari-hari yang melelahkan. Tubuh hangat itu mengisi daya tubuh Jamal yang terkuras karena harus naik turun gedung kantor.
Setelah itu Naufal kecil akan masuk ke kamar mereka sambil membawa botol susu dan bonekanya. Naufal selalu minta dibacakan kumpulan cerita rakyat sebelum ia tidur.
Bocah mungil itu mudah sekali tertidur, bahkan saat Jamal belum sampai ke halaman ketiga. Lalu sang suami akan mengecup Naufal lalu beralih mengecup Jamal yang setelahnya akan selalu mengucapkan selamat malam dengan nada yang lembut.
Jamal merindukan semuanya. Merindukan kehangatan yang pernah ada. Setiap momen terkecil yang terjadi dihidupnya adalah potongan-potongan puzzle yang hidupnya. Jamal akan selalu mengingatnya agar hatinya selalu penuh, karena hanya itu satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk saat itu.
Jamal tidak pernah berharap kembali ke masa itu. Sia-sia jika ia mengharapkan hak yang mustahil. Karena ini lah hidup, sebagai manusia kita harus menerimanya.
Tidak ada namanya menyalahkan takdir, karena dari awal Jamal lah yang memilih caranya hidup. Pernah ada kesalahannya di pilihannya, itu kenapa Jamal berakhir di atas kasur lipas tipis ini seorang diri—kedinginan.
Jamal menutup matanya. Berusaha mengatur napasnya agar pikiran bisa netral kembali. Suasana yang tenang membuat Jamal bisa terfokus pada highlight kegiatannya hari ini.
Jamal lelah sekali. Rasanya ia ingin menyimpan dulu seluruh beban pikirannya untuk dilanjut besok. Ini sudah hampir jam sepuluh malam, Jamal harus istirahat, besok ia masih harus bekerja.
Lalu teringat satu nama, Jamal merasa ada yang kurang saat mengingat nama itu.
Naufal.
Sepertinya Jamal menjanjikan sesuatu pada anaknya itu.
Tadi sore anaknya mengirimkan kata-kata semangat bekerja lewat chat. Dan sesuatu yang terjadi sebelumnya.
PR sekolah.
Jamal langsung bangun dari rebahannya, dan langsung mengambil hp. Ia mengirim beberapa pesan pada Naufal ymdna untungnya anak itu belum tidur karena masih menunggu.
Buru-buru Jamal menekan ikon video call dan tak lama kemudian muncul wajah Naufal yang sedang mengatur posisi hp di meja belajar agar kameranya bisa pas.
“Halo ayah!”
Bahagianya Jamal itu sederhana.