Ten masuk ke dalam kamar sang adik sambil membawa sepiring buah potong dari maae (ibu). Setelah makan malam, sudah menjadi kebiasaan maae menyiapkan buah sebagai dessert untuk keluarga.
“Manis-manis ya.”
“Lagi musim, phi.”
Kakak adik itu berbincang kecil sambil memakan buah potong mereka. Sudah cukup lama sejak Ten pulang ke Thailand terakhir kali, Tern pun tidak dapat menyembunyikan kerinduaan nya padang sang kakak yang melanjutkan studi di luar negeri itu.
Walaupun kelihatannya mereka sering kali adu mulut karena hal kecil, namun dibalik itu semua mereka saling menyayangi dengan tulus.
Phoo (ayah) dan maae pun selalu memberikan mereka kasih sayang dalam porsi yang sama. Mereka tidak pernah iri satu sama lain, sering pula berbagi cerita tentang apa yang sedang mengganggu atau kejadian baik yang terjadi setiap harinya.
Untuk Tern yang sudah mengenal baik sang kakak ini bisa merasakan adanya sedikit kejanggalan tentang kepulangan Ten ke Thailand.
Ten selalu mengabari jauh-jauh hari jika ia ingin pulang, lalu di jemput di bandara. Namun ini kali pertama kakaknya itu pulang tanpa announcement apapun pada keluarganya.
Ditambah, raut wajah kakaknya agak berbeda. Mungkin karena faktor kelelahan karena perjalanan, tapi Tern tahu ada yang sedang menganggu sang kakak.
“Tugas kuliah lagi banyak, phi?”
“Engga juga. Udah aman semua kok, makanya phi bisa pulang.” Ujar Ten dengan senyuman khasnya.
Tentu ia tidak ingin adiknya mengetahui alasan lain mengapa ia memutuskan pulang 'mendadak'.
“Kenapa, phi kayaknya lagi banyak pikiran? Di sana phi gakpapa kan?”
Ten mulai merasakan bahwa sang adik menyadari akan pikiran dan perasaan campur aduk yang tengah ia alami belakangan ini.
Hanya bisa menunduk sambil menimang-nimang apakah ia harus menceritakan hal itu pada Tern atau tidak.
“Kalau phi belum mau cerita terserah, tapi phi ingat kan janji kita?” Soal selalu terbuka satu sama lain.
Pertahanan Ten runtuh. Menceritakan masalahnya pada Tern mungkin bisa menjadi satu-satunya jalan untuk membantunya keluar dari masalah ini.
“So, when he broke up with his girlfriend, di waktu yang sama aku nggak sengaja ketemu sama dia yang lagi emosi-emosinya.”
Dengan penyebutan dia, Tern sudah tahu siapa yang kakaknya ini bicarakan. Siapa lagi kalau bukan laki-laki yang sejak pertama kali Ten menginjakkan kaki di universitas sudah dibicarakan sampai Tern bosan mendengarnya.
“Phi temenin dia minum—sama temen-temennya. Phi bukan orang yang kuat minum, kamu juga tau itu. Satu teguk, dua teguk, keterusan karena dia asik haha-hihi sama temannya. Sampai phi bangun besok paginya...”
Tidur tenangnya terganggu oleh cahaya matahari yang masuk dari celah-celah gorden kamar. Kebiasaan pagi, yang Ten cari pertama kali adalah hp nya untuk melihat sudah jam berapapun ini.
Namun saat Ten meraba nakasnya, ia tidak menemukan barang yang dicari, ditambah—oh tunggu...tidak ada nakas di sampingnya!
Ten merasakan tubuhnya menghangat, karena temperatur ruangan ditambah selimut yang menyelimuti tubuhnya.
Hendak beranjak dari ranjang, Ten tidak bisa mengangkat tubuhnya karena sesuatu menahan perutnya. Dicoba beberapa kali namun tetap usahanya nihil—tenaganya pun belum terisi penuh.
Gerakannya terhenti ketika menyadari ada yang bernafas di belakang telinganya. Ten meraba tangan yang melingkar di perutnya. Hangat, besar, dengan bulu-bulu halus menghiasi.
Tubuhnya tambah di tarik ketika lengan itu mempererat rengkuhannya. Ten benar-benar terjebak! Dan tempat ini bukanlah kamarnya...
“Don't leave...” Suara berat nan serak itu membuat tubuhnya meremang. Ten merasa tubuhnya sangat lengket—apalagi pada bagian bawahnya.
Dan tunggu—apa ini? Sesuatu menyempil diantara bokongnya. Sesuatu yang panjang, agak keras. Ten mulai keringat dingin.
Seperti terhantam batu besar, Ten mendapati seseorang tak asing terbaring di belakangnya. Benar-benar mengenali pria itu—dan tubuh mereka berdua telanjang bulat?!
Ten benar-benar berada dalam masalah besar!
“But I think he's kinda...” Tern menarik ujung bibirnya menjadi cengiran isyarat. “Karena nggak mungkin that easy kalian have sex, coba phi pikirin lagi, ingat-ingat lagi dia bilang apa.”
Mungkin perbincangan mereka malam itu—yang tidak bisa Ten ingat terselip sesuatu yang bisa menjadi jalan keluar.
Well, Johnny seorang straight yang selalu mengencani perempuan. Jika keluar desas-desus sebaliknya, itu sangat bukanlah Johnny. Semua mantan kekasih laki-laki itu perempuan. Seperti laki-laki pada umumnya—tidak seperti Ten yang belum memiliki pengalaman apapun, diperburuk dengan seksualitasnya yang menyimpang.
Ten sulit mendapatkan kekasih, bahkan di kota kelahirannya sekalipun. Ia terlalu sibuk menempuh studi setinggi-tingginya. Untuk Ten seorang yang tidak berpendidikan tidak akan punya senjata untuk hidup di masa depan. Semua orang pasti punya cara untuk menjalani hidup mereka masing-masing, dan Ten mengukir lagi kemampuan itu dengan melanjutkan Sekolah di luar negeri.
Well, bonus for Mr. Chittaphon.
Tapi apa jadinya jika kati seorang Ten Leechaiyapornkul dicuri oleh lelaki kelahiran Chicago yang memiliki status sosial tinggi? Tidak heran jika mereka dekat. Saling bertukar lelucon, menonton DVD yang dipinjam dari blockbuster, atau membeli makanan ringan saat jam 2 pagi.
Selera humor yang sama, saling percaya satu sama lain, dua orang yang dipertemukan tidak sengaja berakhir dengan membutuhkan satu sama lain.
“Did he texted?”
“I don't know—I haven't turn on my phone.”
“Wait... That's why you bought a new phone?!”
“Kurang lebih...”
“Really, phi?”
“He won't stop sending massages! Phi juga butuh handphone baru karena yang lama udah nggak bisa kerja keras. Ini semua bukan tentang dia doang.”
“But your heart is already full of him, admit that! Lari dari masalah nggak akan pernah jadi jalan keluar. Face it, or nggak akan pernah selesai sama sekali.”
Benar, disaat ada yang terlilit benang masalah salah satu dari mereka akan lebih bijaksana. Good decision, Ten mau cerita sama Tern. Karena sulit untuknya harus bicara empat mata dengan Johnny.
“Phi, you love him, right?'
Ten membenarkan posisi kacamatanya, “I do.”
“Turn on your phone, jangan jadi pengecut, you should reply his massages.”
Fine.