Setelah pulang sekolah, Marlo mengantarkan Jeremy ke rumahnya karena mereka harus menyelesaikan projek berpatrner yang belum selesai di kelas tadi. Karena waktunya sudah keburu habis sebelum projeknya selesai, sang guru menjadikan projek tersebut PR dan harus dikumpulkan lusa.
Ini pertama kalinya Marlo pulang sekolah bareng Jeremy. Semenjak kenaikan kelas dan kini Marlo satu kelas dengan Jeremy, mereka tidak pernah mengunjungi rumah satu sama lain. Keduanya hanya sebatas mengobrol menjadi teman sekelas namun cukup dekat karena mereka berdua sering main game bersama.
Cerita sedikit, Marlo sebenarnya sudah menaruh rasa pada Jeremy semenjak kelas 7. Namun ia hanya bisa mengagumi dari jauh, mengajak bicara pun tidak berani. Namun setelah kenaikkan kelas, semua kelas diacak kembali dan kebetulan Marlo sekelas dengan crush nya itu.
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan karena sudah sekelas, Marlo akhirnya memberanikan diri berkenalan dengan Jeremy dan akhirnya mereka menjadi dekat setelah sama-sama tahu bahwa keduanya memainkan sebuah game online yang sama. Maka dari itu, mereka gemar mengundang satu sama lain untuk bermain game.
Marlo memutuskan untuk tidak menunjukkan rasa sukanya terhadap Jeremy karena ia takut jika Jeremy mengetahui perasannya, mereka tidak akan bisa sedekat ini lagi. Bermain game dengan Jeremy, mengerjakan tugas bersama dan mengobrol sudah menjadi hal yang membuat Marlo senang.
Ia tidak mau hanya karena rasa sukanya akan mendorong Jeremy menjauh darinya.
“Udah sampe.” Marlo membuka pagar rumahnya lalu masuk, diikuti oleh Jeremy.
“Di rumah kamu ada siapa?”
“Harusnya ada papi tapi tadi katanya ada urusan keluar sebentar.”
Di halaman rumah Marlo, ada lapangan kecil dan sebuah ring basket. Terlihat seseorang sedang bermain disana, menggiring dan beberapa kali mencoba memasukkan bolanya ke dalam ring.
Saat bola tersebut berhasil dimasukkan ke dalam ring oleh orang tersebut, mulut Jeremy dengan refleks membentuk huruf O sambil menyebut wow dengan suara kecil.
“Lu kapan pulangnya Jun? Biasanya pulang sore, main dulu di sekolah.”
Laki-laki yang diajak bicara oleh Marlo mengambil bolanya kembali sambil mengelap keringat yang membasahi pelipisnya dengan seragam sekolah.
“Langsung kok tadi, yang lain mau ke warcok dulu soalnya, gua males jadi langsung pulang. Mau ikutan main gak bang?”
“Gak, gua mau lanjutin tugas bareng temen gua. Oh iya, Jem, kenalin ini Juno, adek aku.”
Laki-laki yang bernama Juno itu menoleh pada seseorang yang berdiri di belakang Marlo sedari tadi.
“Oh, hi!” Juno meyambut teman abangnya itu dengan senyuman andalannya hingga matanya menyipit. “Gua lagi main basket, semoga nanti gak keganggu ya.”
“Iya, gapapa kok.”
“Lu ganti baju lah Jun kalo mau main. Keringetan gitu, nanti papi tau, lu pasti dimarahin.” Ujar Marlo sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
“Iya bang, ntar!” Ucapan Marlo tidak didengar, Juno malah lanjut bermain basket.