Narasi 1
Julian memarkirkan mobilnya di depan salah satu rumah kosong komplek perumahan tersebut.
Axel sebelumnya sudah mengatakan pada Julian kalau ia bisa langsung membuka pagar karena tidak terkunci.
Kini Julian berdiri di depan pintu masuk rumah Axel. Dengan sekantong makanan di tangan kirinya, Julian mengetuk pintu lalu menunggu hingga Axel membukakannya.
Ceklek
“Iya?”
Julian menaikkan satu alisnya kala melihat sesosok anak laki-laki membukakan pintu untuknya. Wajahnya agak bule dan sekilas mirip Axel. Ia tidak tahu kalau Axel punya adik laki-laki, dan dia hanya membawa dua porsi makanan.
“Em .... Pak Axel nya ada?”
“Sebentar.”
Bocah itu menutup pintu kembali, lalu masuk ke dalam rumah. Mungkin bocah itu hendak memanggilkan Axel, tentunya ia tidak kenal dengan Julian dan menganggapnya orang asing.
Tak lama kemudian pintu terbuka dan menampilkan Axel dengan tampilannya yang tak biasanya Julian lihat. Axel hanya memakai kaos putih polos dan celana training hitam. Terlihat lebih santai daripada pakaian formal khas dosen yang sehari-harinya Axel gunakan.
“Ayo masuk, jangan sungkan-sungkan-sungkan di rumah saya, santai aja.”
“Iya pak.”
Julian mengikuti Axel dari belakang. “Mariooo!” Tampak Axel memanggil seseorang dan ternyata itu adalah bocah yang tadi membukakan pintu untuknya.
“Julian kenalin ini Mario, anak saya“
Anak saya
ANAK SAYA
A.N.A.K S.A.Y.A
Saat itu juga Julian merasa ada batu besar yang jatuh menimpanya. Ia terkejut dan melihat ke arah bocah tersebut lagi yang sedang berdiri di belakang Axel tampak agak malu-malu.
Harapan Julian untuk bisa lebih dekat dengan Axel runtuh begitu saja. Ia tidak mengira bahwa dosen mudanya itu sudah menikah dan memiliki anak.
Julian sudah ngestalk Axel sejak hari pertama ia mendapatkan nama akun sosial media Twitter Axel. Dan selama ngestalk pun, Julian tidak menemukan tanda-tanda bahwa Axel sudah memiliki pasangan. Julian juga tidak melihat ada postingan twitter Axel yang mengarah kepada anaknya.
Semua hanya tentang kehidupan pribadi Axel, yang menunjukkan image bahwa ia adalah seorang dosen muda yang lebih memilih menghabiskan masa-masa mudanya yang berharga. Dan kini mengetahui bahwa pujaan hatinya sudah memiliki seorang anak, Julian mencoba tegar pada saat itu juga.
“Mario belum makan siang, kalian berdua makan aja dulu di meja makan, saya masih ada kerjaan sebentar. Titip dulu ya, Julian.”
Axel hendak pergi namun bocah bernama Mario itu seakan memberikan ekspresi bahwa ia ingin sang papa tetap menemaninya. Namun Axel meyakinkan bahwa Julian orang baik dan salah satu mahasiswanya di kampus.
Setelah beberapa saat berbincang akhirnya Mario menganggukkan kepalanya, menuruti apa kata Axel a.k.a papanya.
“H-halo...”
Mario hanya mengangguk kecil.
“Aku bawa makan siang, aku gak tau kamu suka apa enggak tapi ini enak kok menutku. Ini rice ball, gak pedes sama sekali, soalnya papa kamu tadi pesennya gak pedes.”
“Oke kak.”
“Oh ya, meja makannya dimana? Boleh tunjukin?”
“Sebelah sini.”