Agent Na

Jaemin mencintai pekerjaannya. Selama hampir 5 tahun sudah ia bekerja di SNI, berkali-kali nyaris mati namun itulah momen-momen yang ia nikmati selama menjalani tugas. Biarpun nyawa nya menjadi taruhan, Jaemin menyerahkan segalanya pada Tuhan. Tetapi bertahan hidup tetap penting.

Die? Not today.

Jikapun Jaemin mati hari ini, itu sudah menjadi takdirnya. Misi-misi nya akan selalu berhadapan dengan orang-orang yang menyalahgunakan kecerdasan mereka dan lebih memilih jalan ilegal. Tidak jarang juga Jaemin berurusan dengan orang-orang penting negara yang berkhianat.

Jaemin tengah berlatih kelenturan tubuhnya—kebiasaan nya setiap pagi. Sejak kecil Jaemin bergabung dengan club gymnastics, karena koneksi pamannya yang ternyata bekerja dengan badan intelijen negara, Jaemin direkrut menjadi anggota lima tahun lalu.

Misi pertamanya adalah menjaga batu berlian bernilai ratusan miliar di sebuah gedung di kawasan tengah kota. Kala itu, Jaemin gagal menuntaskan tugas utamanya. Berlian tersebut berhasil dicuri. Namun sang paman terus memberikan Jaemin dukungan hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan kembali berlian tersebut dan menangkap orang-orang yang bertanggung jawab atas pencurian itu.

“Na Jaemin”. Suara bariton itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Orang yang memanggilnya adalah Jaehyun, senior yang berteman baik sejak Jaemin bergabung dengan Secret Neo Intelligence.

“Ya hyung?” Jaemin turun dari arena latihannya, menghampiri Jaehyun yang sudah membawa beberapa berkas di tangannya.

“Aku perlu bicara denganmu tapi tidak di sini. Aku punya satu misi, apa kau tertar?”

Tanpa ditawar pun Jaemin akan menyanggupinya jika yang membicarakan itu adalah Jaehyun. Jaemin mengangguk lalu Jaehyun menyuruh Jaemin mengikutinya ke suatu tempat.

“Pertama, kau harus tahu bahwa ini bukanlah tugas resmi. Jika kau benar-benar ingin melakukannya, kau harus menyelesaikan sebelum kau mendapatkan misi lain.”

“Kau bahkan belum mengatakan apapun tentang kasus yang kau maksud. Tidak resmi? Apa ini tentang masalah pribadi?”

Jaehyun menunduk lalu menghela napas. “Aku akan memberitahu ini karena aku mempercayaimu. Kau boleh buka ini.”

Jaemin menerima berkas yang Jaehyun bawa. Itu berisi data seseorang dan berbagai informasi tentangnya. “Lee Jeno?”

“Apa kau tidak penasaran mengapa Zero belum tertangkap hingga detik ini?”

Jaemin membaca sekilas isi halaman pertama. Lee Jeno memiliki riwayat catatan kriminal pada saat umurnya 16 tahun, diketahui banyak membuat identitas palsu, dan penyelundupan narkoba ke beberapa negara di Eropa.

“Ia berkontribusi dalam penjualan senjata di Cina tahun 2018, lainnya kau bisa baca di sana. Dan ia bekerja sama dengan Zero saat pembajakan pesawat militer saat itu. Sebenarnya Jeno adalah kepala dari semua itu, Zero hanya tangan kanannya.”

Dari matanya, Jaemin bisa melihat bahwa ada keseriusan yang mendalam di sana. Jaehyun benar-benar mempercayakan semua ini pada Jaemin. Ia yakin bahwa Jaemin tidak akan mengecewakannya. Tapi sekali lagi ini adalah urusan pribadi yang bisa saja membuat Jaemin terjerat masalah jika diketahui oleh atasannya. Namun karena ini Jaehyun, ia tidak akan menolak.

“Mengapa kau tidak turun sendiri ke lapangan?”

“Aku tidak bisa—tidak bisa sekarang. Kau akan mengetahui alasannya nanti.” Jaehyun pergi kala Johnny memanggilnya untuk bergabung di rapat pagi ini. Jaemin menatap kepergian seniornya itu. Ada perasaan tidak rela tiap ia selesai berbicara dengan Jaehyun—ia ingin mengobrol kalau bisa seharian dengan Jaehyun.

Tetapi dirinya harua sadar bahwa perasaan ini hanya sepihak. Ia bahkan tak memiliki keberanian menyatakan perasaannya pada Jaehyun. Ia tidak ingin hubungan pertemanannya dengan Jaehyun menjadi renggang hanya karena hal ini. Lagipula kalaupun Jaemin confess tidak akan ada artinya. Jaehyun sudah memiliki kekasih. Lelaki yang berhasil menarik hati seorang Jung Jaehyun adalah salah satu orang penting di SNI. Pada akhirnya Jaemin hanya menyaksikan Jaehyun dari sudut pandang yang bahkan lelaki tampan itu tidak ketahui.

Jaemin mencari cara alternatif agar ia bisa dengan cepat bertemu dengan Jeno. Memasuki mansion milik lelaki itu untuk keperluan investigasi lebih dalam.

Menjadi jalang sehari penuh? Tidak buruk bagi Jaemin. Ia menyamar sebagai PSK yang ternyata rencananya itu berhasil. Jeno akhirnya menyewanya lewat sang asisten pribadi.

Kini Jaemin berada di kamar bernuansa hitam milik Jeno, menunggu sang pelanggan pertama datang. Jangan bilang Jaemin masih perjaka amatir—ia sudah berpengalaman, bahkan seseorang tidak akan sadar bahwa ia adalah seorang agen yang sedang menyamar.

Pesan terakhir Jaehyun adalah, “jangan sampai jeno terbunuh atau kau bunuh. Kau harus membawanya padaku dalam keadaan hidup-hidup.” Jaemin akan mengusahakannya.

Jaemin berdandan sedemikian rupa seakan ia siap melayani pelanggannya hari ini. Pakaian yang Jaemin kenakan mengekspos bagian dada mulusnya, dan celananya sangat membentuk kaki rampingnya.

Tak lama pintu kamar yang otomatis itu terbuka. Jaemin masih menatap keluar jendela, merasakan seseorang mulai memasuki ruangan.

“Hei, kau di sana.”

Perlahan Jaemin membalik badannya. Dan benar saja, itu adalah Jeno—persis sekali dengan foto yang ia lihat. Namun yang sedikit berbeda adalah rambutnya yang ditata dan cat warna coklat.

Jaemin memberikan senyuman termanisnya, lalu berjalan mendekati Jeno, “aku sudah menunggumu lama, apakah kau lelah tuan?” Sebenarnya Jaemin belum lama di sana, ia menggunakan kesempatan yang sedikit itu untuk mengecek bagian depan dekat pintu masuk. Jaemin memberi kode, lalu membuka jas hitam yang Jeno menyisakan kemeja dengan rompi bahan.

“Maafkan aku, apa kau sudah bosan?” Jeno menarik pinggang Jaemin, semakin menipiskan jarak antara mereka.

Jaemin mengalungkan indah kedua lengannya di leher kokoh Jeno sambil menggigit bibir, “bolehkah aku jujur? Lamaaa sekali. Aku hampir saja memuaskan diriku sendiri.

Jeno terkekeh kecil, tangannya mulai bergerak meremas bongkahan sintal Jaemin di sana. “Sudah tidak tahan rupanya. Begitu juga denganku.”

Setelah mengatakan kalimat terakhir itu, Jeno langsung saja menghilangkan jarak antara mereka berdua. Pangutan panas tak terelakkan, Jeno membawa tubuh Jaemin naik ke atas tempat tidur.

Jaemin melonggarkan dasi yang dipakai Jeno serta melepaskan rompi hitam, menyisakan kemeja putih yang tiga kancing atasnya sudah terbuka.

“Pelan-pelan saja sayang shhh...” Jaemin duduk tepat di atas ereksi Jeno sambil menanggalkan pakaiannya—mulai dari kancing lalu menurunkannya hingga batas dada. “Ya begitu... Pelan-pelan saja sayang emhh shhh...” Jeno mengerang rendah. Pinggul Jaemin bergerak menggesekkan kemaluan mereka yang masih terbalut celana. “Boleh tuan?”

“Jangan panggil aku tuan. Aku Jeno, sebut nama itu saat kau mendesah nanti.”

“Nghhh Jenooohhh~” Karena kelakuannya sendiri, Jaemin merasakan lubangnya mulai basah. Jaemin tidak bisa berbohong bahwa melihat Jeno dari posisi saat ini membuat lelaki itu semakin tampan, apalagi saat Jeno menaikkan sudut bibirnya mirik.

Membayangkan bagaimana Jeno berada di atasnya, menggagahinya, membuat libido Jaemin semakin naik. Di lain sisi ia harus tetap fokus pada tujuan utama, ini hanya permainan kecil sebagai topengnya saja.

“Kita baru pertama kali bertemu bukan? Biarkan aku yang melakukannya dahulu.” Dalam hitungan detik, Jaemin kini sudah berada di bawah kungkungan Jeno. Lelaki tampan itu mulai mengendusi area leher hingga selangkangan Jaemin. Menggesekkan hidung mancungnya di gundukan itu memberikan kesan tersendiri bagi Jaemin.

Jeno menatap lekat wajah manis di bawahnya ini. Tangannya mengelus pipi yang mulai memerah karena menahan ereksi di bawah sana sedangkan Jeno masih terus memainkan puting mencuat itu dengan ibu jarinya.

“Tahan, kau tidak akan mengeluarkannya di dalam celanamu bukan?”

“Mhhh nikmathhh... Jenh ahh!”

“Kau sangat cantik, tapi sayang sekali kau malah bekerja memuaskan nafsu pelanggan mu. Mengapa orang sepertimu malah lebih memilih menjadi jalang? Sekarang kau bisa saja menikah dengan pejabat kaya raya yang akan memberikan fasilitas apapun untukmu.”

“Aku bisa membunuhmu kapan saja dasar bodoh! Namun aku tidak diijinkan melakukan itu—setidaknya aku akan mematahkan salah satu tanganmu dasar bajingan!” Jaemin terus mendesah karena sentuhan-sentuhan Jeno pada tubuhnya. Namun di dalam hati ia terus mengumpat, menyumpahi ribuan kali pria di hadapannya ini.


Jaemin bangun dari ranjang, memakai kemeja yang sudah bergeletakan di lantai. Di sebelah, Jeno masih tertidur pulas tanpa pakaian dan mengorok seperti orang bodoh. Entah mengapa Jaemin tidak yakin bahwa pria ini benar-benar dalang dari beberapa kejadian yang ia tangani selama ini.

Jaemin mencoba berjalan walaupun bagian bawahnya masih terasa nyeri karena Jeno benar-benar menggagahinya tanpa ampun. Bisa Jaemin simpulkan bahwa pria sialan yang sayangnya tampan ini diberi hormon yang terlalu berlebihan. Mengidam apa ibunya dulu?!

Berusaha tidak menimbulkan suara apapun, Jaemin berjalan menyusuri bagian kamar yang belum sempat ia telusuri. Ada satu tempat yang membuat Jaemin penasaran, namun tadi ia sudah harus bersiap karena Jeno sudah tiba.

Jaemin harus melalui jalan kecil untuk mencapai ruangan sebelah. Jaemin harus bergerak cepat, walaupun ia yakin Jeno sangat fokus dengan tidurnya.

Ternyata di ujung jalan, ruangan tersebut dipenuhi dengan barang yang tersusun rapih. Banyak lukisan, bingkai-bingkai foto dan ada vas berisi bunga yang sudah hampir tidak terbentuk lagi.

Namun ada satu yang paling menyita perhatian Jaemin. Satu bingkai foto paling besar di tengah-tengah menampilkan sebuah foto berisi empat anggota keluarga. Ayah, ibu, dan kedua anak mereka salah satunya adalah Jeno.

Jaemin bukannya fokus ke Jeno, malahan lebih tertarik dengan orang yang berdiri di belakang sang ibu. Jaemin sangat mengenali wajah orang tersebut walau bahkan itu adalah foto lama.

Jaemin tahu betul bagaimana bentuk wajah yang tidak kalah tampan dari Jeno. Seseorang yang sudah ia kenal lama, rekan seniornya di SNI,

Jung Jaehyun.

.

.

.

.

.

“AKHH!”

Jaemin berusaha melawan saat tubuh dengan kedua tangannya ditahan kencang dari belakang. Di bagian lengan atas sesuatu menancap memasukkan obat ke dalam tubuhnya.

“Shhhtt... Tenang sayang, kau hanya akan tertidur sebentar. Sayang sekali, padahal aku sangat menyukaimu.”

Jeno menyuntikkan obat yang membuat Jaemin hanya bisa bersandar di dadanya, tidak bisa menggerakkan tubuh untuk beberapa lama saat Jaemin tengah melihat foto 'keluarganya'.

“Apa yang kau lihat, hm? Itu aku? Ya benar itu aku. Apakah kau kenal orang lain yang ada di sana?” Jaemin benar-benar tidak bisa merasakan tubuhnya, bahkan ia tidak dapat menggerakkan jarinya.

“Ah, mengapa bukan dia yang langsung datang padaku? Menggunakanmu sebagai umpan? Atau kau memang menerima tugas yang seharusnya urusan keluarga?”

“Orangtuamu pasti tidak ingin melihat kau menjadi seperti ini. Semua yang kau lakukan tidak akan pernah mengembalikan ayah dan ibumu! Kau—”

“Mereka tidak ada. MEREKA SUDAH TIDAK ADA!! HANYA KARENA MEREKA BEKERJA DI BADAN INTELIJEN SIALAN ITU, MEREKA MENINGGALKAN ANAK-ANAK MEREKA TANPA SALAM APAPUN! Dan kau tahu? Aku benar-benar melihatnya sebagai kakak sampai ia lebih memilih masuk ke sana.”

Jaemin mengerti sekarang. Ini semua adalah perkara masa lalu yang kemudian menjadi dendam. Jaehyun melarang keras Jaemin untuk membunuh Jeno karena itu adalah adik kandungnya. Sebagai seorang kakak, Jaehyun ingin kembali bersama sang adik. Sekarang Jeno berada di jalan yang salah. Ia lebih kalut dalam emosi, keras kepala dan penuh dengan dendam.

“Aku akan menghancurkan mereka. Aku akan menghancurkan semua yang ada di sana HAHAHAHAHAHA!”

Jeno mengecup leher serta tengkuk Jaemin sebelum menempelkan bibirnya tepat di telinga Jaemin. “Cantik, kau pasti menganggapku bodoh—asal kau tahu, sebelum kau bertindak aku sudah selangkah lebih maju.”

Jeno mengulum daun telinga Jaemin sebelum kembali turun ke leher jenjang itu untuk menambah tanda ruam keunguan di sana. Tangan nakalnya meremas kencang dada Jaemin dengan sedikit sentuhan di area privatnya.

“Aku ingin bermain sedikit lagi. Anak nakal harus mendapat hukuman, bukan begitu? Kau pilih mesin—atau cambuk?”


[ FIN. ]

©novadelue_2021🍿