7.

Winwin bawa kopernya masuk ke dalam kamar Yuta. Katanya Winwin bisa tidur di kamarnya saja. Rumah Yita memang berbeda dari terakhir kali Winwin datang waktu itu. Ada dua tingkat dengan tambahan satu kamar di lantai dua.

Mau tidak mau Winwin akan tidur bersama Yuta, karena kamar tamu atas sudah dipakai oleh Ten dan Taeyong. Jika Winwin memaksa diri tidur bersama dua sahabatnya, rasa kamarnya pasti akan pengap. Kurang untuk diisi oleh tiga orang.

Disinilah Winwin sekarang. Ia baru saja meletakkan kopernya, menumpang kamar mandi pada Yuta karena ia harus membersihkan diri sebelum tidur.

Keluar dari kamar mandi, Winwin membawa kembali tas kecil berisi peralatan mandinya dan kembali masuk ke kamar.

Di atas tempat tidur sudah ada Yuta yang merebahkan kepalanya di kepala ranjang sambil berkutat dengan tablet miliknya.

Dengan perlahan Winwin menghampiri pria berdarah Jepang itu. Menyadari keberadaan Winwin, Yuta langsung menoleh lalu menepuk space kasur disebelahnya, mengisyaratkan Winwin agar duduk disana.

“Ngapain?”

“Ada kerjaan dikit tadi, ini udah mau selesai kok tinggal kirim email aja.” Ujar Yuta dengan santainya, tak lama kemudian ia letakan benda itu sesuai dengan apa yang dikatakan.

“Kenapa kamu?”

“Kenapa apanya?” Kata Winwin yang masih melihat ke arah jendela tanpa melihat lawan bicaranya.

“Liat aku dong, gak kangen emangnya??” Kata Yuta sambil condongin badannya ke samping Winwin. “Malu?”

“Gatau kalo aku ketemu langsung sama kamu jadinya canggung begini. Padahal kalo di chat seru tapi kamu akhir-akhir ini sibuk banget.”

Dari samping Yuta meluk pinggang Winwin, sama kepalanya di senderin ke bahu Winwin ikut ngeliat ke jendela yang Winwin daritadi liat keluar.

“Rumah mama jadi bisa di renov gara-gara aku kerja, coba kalo enggak temen-temen kamu gak ada tempat nginepnya.”

Winwin melakukan kilas balik kala ia pertama kali datang ke Jepang dan mampir ke rumah Yuta. Waktu itu ia dan Yuta hanya sebatas stranger yang lalu menjadi teman—bahkan mungkin lebih dari itu mamun mereka terpisah oleh jarak dan waktu selama bertahun-tahun.

“Good, aku seneng juga liat toko mama kamu jadi lebih gede, rame gak?”

“Ummm...” Yuta manjuin bibirnya berpikir, “makin dikenal sih, tapi mama udah gampang capek, biasanya siang-siang mama tidur yang lanjutin Shotaro kalo dia udah pulang sekolah.”

Winwin ngangguk sebagai jawaban. Sekarang dia udah noleh ke belakang, alhasil mukanya hadep-hadepan sama Yuta. Winwin sadar akan sesuatu yang berubah lagi.

“Rambut kamu panjangan ya?”

“Mau aku potong tapi belom sempet, padahal rasanya baru aja dipotong.” Yuta ngambil tangan Winwin yang tadi ada di kepalanya buat di genggaman. “Cepet panjangnya juga—gak tau kenapa.”

Terus ditarik, dan sekarang mereka sama-sama rebahan menghadap satu sama lain. Nggak tau apa yang masing-masing pikirin, tapi tilikan mata mereka mengarah ke satu sama lain.

“Yuta?”

“Win?”

Yuta majuin kepalanya buat bibirnya sama bibir Winwin ketemu. Nggak ada lumatan cuma ada kecupan singkat selamat malam, anggep sebagai penutup hari ini.

“Good night, Win...” Ucap Yuta yang langsung meluk Winwin yang udah tiduran di atas dadanya. Untuk semua hal yang mau dibicarakan semuanya di lanjut besok. Hari ini udah capek sama perjalanan jauh.